Risiko Jika Rupiah Terlalu Kuat
Senin, 1 Agustus 2016 - 09:21 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pasca disahkannya program kebijakan pengampunan pajak terus mengalami apresiasi.
Derasnya aliran modal yang masuk, semakin mencerminkan pulihnya persepsi investor terhadap kondisi perekonomian nasional.
Baca Juga :
Namun, pergerakan mata uang Garuda tetap harus diwaspadai, apalagi jika rupiah mengalami penguatan yang jauh dari kondisi fundamental yang sebenarnya. Bukan tidak mungkin, dana yang sudah masuk ke Indonesia akan sangat cepat berpaling.
Lalu, apa sejatinya risiko yang dihadapi Indonesia jika rupiah mengalami penguatan jauh di atas kondisi perekonomian Indonesia yang sebenarnya?
Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy mengungkapkan, ketika fundamental perekonomian suatu negara jauh dari ekspektasi pasar karena adanya suatu kebijakan yang dikeluarkan, maka tentu ada potensi aliran dana yang masuk akan keluar secara besar-besaran.
Berdasarkan data Bank Indonesia, tercatat sampai dengan 22 Juli 2016 lalu, ada setidaknya Rp128 triliun dana asing yang masuk ke pasar Indonesia. Leo memperkirakan, aliran modal ini akan jauh lebih deras saat periode kuartal IV-2016, dampak dari kebijakan tax amnesty.
"Misalnya fundamental ekonomi (Indonesia) membaik. DI AS, The Fed (Federal Reserve) policy-nya naik, mungkin lebih tinggi dari ekspektasi. Maka ada potensi outflow, karena fundamental tidak sesuai ekspektasi," jelas Leo saat ditemui di Westin Resort & Spa Nusa Dua, Bali, Minggu malam, 31 Juli 2016.
Lain cerita apabila pemerintah melakukan komitmen penuh untuk memperbaiki fundamental ekonomi dalam negeri, ketika Indonesia dihujani dana asing dari para investor. Bukan tidak mungkin, ketika ada suatu kebijakan moneter dunia, dana yang keluar bisa diminimalisir.
"Jadi saat ada normalisasi The Fed, outflow tidak besar-besaran karena fundamental kita masih besar," kata dia.
Bank Indonesia, lanjut Leo, dianggap telah melakukan berbagai upaya untuk menstabilisasi laju nilai tukar, agar tetap sesuai di level fundamental yang sesungguhnya.
Terlepas dari semua itu, Leo tetap menilai pergerakan rupiah akan bergantung dari perkembangan kondisi makro ekonomi nasional.
"Investor selama ini ingin rupiah tidak terlalu menguat dan terlalu lemah. Kalau melihat REER (Real Effective Exchange Rate), rupiah bergerak di level Rp13.000-Rp13.100. Apakah itu bisa berubah atau tidak? Tergantung dari makro ekonominya," jelas dia.
Senada dengan Leo, Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan, arus deras yang masuk ke Indonesia sejatinya hanya bersifat sementara.
Menurutnya, ada peran bank sentral melakukan intervensi untuk tetap menahan rupiah di kondisi yang sebenarnya.
"Efek outflow ini akan lebih menyakitkan, Saya kira memang ada keinginan BI menjaga rupiah lebih stabil," ujar dia. (ase)