Gelembung Dana Repatriasi di Pasar Saham Bebani BI
- Kris - Biro Pers Setpres
VIVA.co.id - Masuknya aliran dana repatriasi dari kebijakan pengampunan pajak, atau tax amnesty berpotensi timbulnya penggelembungan (bubble) harga saham di pasar modal. Peningkatan capital inflow (masuknya dana asing) repatriasi dinilai berpotensi membebani Bank Indonesia dalam mengelola aliran modal masuk ke instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Sebab, menurut ekonom Aviliani, SBI diramalkan akan menjadi pilihan utama setelah saham, jika sektor riil tidak dapat berjalan.
"Kalau dana repatriasi masuk, sementara sektor riil tidak berjalan, maka (pasar keuangan) kita akan kelimpahan dana, atau over liquidity," kata dia, saat ditemui di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis 28 Juli 2016.
Kondisi tersebut, kata Aviliani, akan mendorong penggiringan dana murah ke sektor perbankan, yang akhirnya membebani BI. "Mau dikemanakan uang itu? Sehingga, pemilik modal membeli SBI dan beban BI semakin besar," tuturnya.
Aviliani menyarankan, agar pemerintah mengoptimalkan implementasi Paket Kebijakan Ekonomi yang terkait dengan pendalaman pasar keuangan, terutama memperbanyak instrumen investasi di pasar modal. "Produk derivatif harus diperbanyak, seperti di Singapura," ujarnya.
Selain itu, Aviliani mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mendorong peningkatan pelaksanakan penawaran umum saham perdana (IPO), rights issue, penerbitan obligasi dengan mengeluarkan beragam insentif.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Pasar Modal OJK Nurhaida menilai, potensi masuknya dana repatriasi dari kebijakan amnesti pajak versi pemerintah yang mencapai Rp1.000 triliun berpotensi memicu bubble harga saham, jika tidak dibarengi upaya mengkreasi instrumen investasi di pasar modal.
"Dalam rangka market deepening, kebijakan tax amnesty ini sejalan dengan program pendalaman pasar keuangan. Tanpa supply dan demand yang seimbang, ini bisa terjadi bubble harga saham," ujarnya. (asp)