Jakarta Potensial Capai Target Ruang Terbuka Hijau 30 Persen

Ruang Terbuka Hijau Jakarta
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVA.co.id – Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi sebuah kota memiliki fungsi cukup vital, RTH dapat berfungsi sebagai paru-paru kota, penghasil oksigen untuk manusia bernapas.

Juga berfungsi sebagai lahan serapan air, yang air serapannya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Serta tentunya dapat meminimalisasi potensi banjir.

Bagi bebarapa kota di dunia layaknya Singapura atau Putrajaya di Malaysia keberadaan RTH bahkan mampu menjadi daya jual bagi aset properti mereka. Banyak perusahaan internasional membuka kantor mereka di sana, karena Putrajaya memiliki RTH yang ideal. 

"Kota-kota yang sudah berhasil mengandalkan RTH antara lain Melbourne, London dan New York. Komitmen pemerintah kota dan sikap konsisten terhadap pentingnya keberdaaan taman, membuat kota-kota tersebut berhasil mewujudkan luas RTH secara ideal, di atas 30 persen, dan tebukti berhasil menjual kotanya sebagai tempat investasi," kata Nirwono Joga, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti. 

Lalu bagaimana dengan Jakarta? RTH di Jakarta masih berada di bawah 10 persen, jauh dari target ideal sebesar 30 persen. 

Menurut Nirwono bukan hal mustahil bagi Jakarta untuk mencapai target RTH sebesar 10 persen. Namun yang dibutuhkan hanya konsistensi pihak pemerintah untuk mewujudkan target tersebut. Sebab banyak ruang-ruang di Jakarta yang selama ini kurang diperhatikan namun potensial untuk dijadikan RTH. 

“Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detil Tata Ruang jika diterapkan RTH 30 persen bukan hal yang sulit atau mustahil. Jakarta potensi RTH publiknya 6 persen-10 persen, RTH Privat ada 14-16 persen,” tuturnya. 

Nirwono menjelaskan, di Jakarta ada 13 bantaran sungai yang potensial untuk dijadikan RTH, 13 koridor rel kereta api, kolong jembatan atau jalan layang, di bawah menara saluran udara tegangan ekstra tinggi, revitalisasi 44 waduk dan 14 situ, serta ruang sepanjang 32 meter2 di pantura. 

Meski keberadaannya dianggap cukup vital, Nirwono menyayangkan hingga saat ini pemerintah belum menganggap persoalan RTH sebagai suatu hal yang penting.

"Tidak ada sanksi tegas bagi pelanggar tata ruang yang mengubah RTH menjadi bangunan. Padahal bencana alam telah dan terus terjadi akibat kurangnya RTH," keluh Nirwono.

Sumber: Rumahku.com