Dampak Modernisasi Tiongkok Bagi Indonesia
- AP Photo/Vincent Thian
VIVA.co.id – Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada semester dua tahun ini terkoreksi berada di atas estimasi sejumlah analis. Perekonomian negeri Tirai Bambu itu berhasil tumbuh 6,7 persen, sedikit di atas proyeksi yang sebelumnya diperkirakan hanya mampu tumbuh sebesar 6,6 persen.
Ekonom PT Bank Pertama Josua Pardede saat berbincang dengan VIVA.co.id menilai, modernisasi ekonomi Tiongkok diperkirakan masih akan tetap berlanjut dalam jangka pendek maupun menengah. Beberapa indikator, misalnya dari indeks manufaktur dan produksi industri di negara tersebut masih terbilang melambat.
“Ini mengindikasikan kondisi over-capacity dari industri di Tiongkok. Selain itu, labor cost Tiongkok yang semakin mahal dibandingkan negara kawasan, juga menekan industri disana,” kata Josua, Selasa 19 Juli 2016.
Menurutnya, hal ini tentu akan tetap memberikan pengaruh bagi kinerja perekonomian global, tak terkecuali bagi Indonesia. Terutama, dari kinerja neraca perdagangan Indonesia dan Tiongkok, yang terus menurun lantaran permintaan komoditas ekspor strategis nasional seperti batubara yang menurun.
Maka dari itu, Josua berharap pemerintah bisa segera mengakselerasi hilirisasi industri, sehingga tidak hanya bergantung kepada ekspor batubara yang memang selama ini memegang pangsa pasar utama di Tiongkok. Sebab, masih ada potensi permintaan ekspor batubara dari Tiongkok terus menurun.
“Overall, pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini berkisar 6,7 persen. Namun tahun depan, diperkirakan masih akan melanjutkan rebalancing ekonomi menjadi 6,5 persen,” kata dia.