Mendag Tetap Waspadai Surplus Perdagangan RI
VIVA.co.id – Neraca perdagangan Indonesia berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mencetak surplus US$900,2 juta pada Juni 2016. Surplus ini berasal dari selisih ekspor pada Juni yang tercatat US$12,92 miliar, dengan nilai impor pada bulan yang sama sebesar US$12,02 miliar.
Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, mengatakan, surplus tersebut tidak bisa dijadikan indikator utama bahwa kinerja ekspor dan impor nasional telah membaik. Apalagi, ada beberapa sentimen negatif yang berpotensi mengganggu kinerja perdagangan nasional.
“Angka itu dari bulan ke bulan bisa naik turun. Jangan terlalu bereaksi terhadap angka individual. Menurut saya, kita harus tetap waspada, dan harus jaga-jaga,” ujar Thomas saat ditemui usai rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Jumat 15 Juli 2016.
Salah satu sentimen yang disebutkan oleh mantan bankir tersebut, yakni dampak dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Britain Exit/Brexit). Menurut Thomas, keluarnya Inggris dari yurisdiksi Uni Eropa telah membuat mata uang poundsterling ambruk. Dengan begitu, barang-barang ekspor negara tersebut pun menjadi jauh lebih kompetitif.
“Ini bisa berdampak negatif terhadap ekspor kita ke Inggris,” katanya.
Hal senada pun turut diungkapkan oleh Deputi Bidang Jasa Statistik dan Distribusi BPS, Sasmito Hadi Wibowo, dalam kesempatan yang berbeda. Namun, hingga Juni 2016, neraca perdagangan non migas Indonesia dengan Inggris tercatat masih mengalami surplus US$65,5 juta.
Surplus tersebut berasal dari selisih total nilai ekspor Inggris ke Indonesia yang mencapai US$146,2 juta, dan impor dari Indonesia ke Inggris US$80,7 juta. Secara kumulatif, sejak periode Januari-Juni 2016, neraca perdagangan RI dengan Inggris masih mengalami surplus US$378,8 juta.