Jadi Tersangka Korupsi, Dirjen Kemenag Belum Bisa Dipecat

Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Kejaksaan Agung telah menahan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha dari Kementerian Agama, Dasikin, di Rutan Salemba, Senin kemarin, 27 Juni 2016. Penahanan dilakukan usai Dasikin ditetapkan menjadi tersangka atas kasus korupsi pengadaan buku.

Meski demikian, Inspektur Jenderal Kemenag Muhammad Jasin, mengatakan pihaknya belum bisa memberikan sanksi pemecatan kepada Dasikin. "Bila dilihat dari kasus-kasus sebelumnya, ini merupakan pelanggaran berat dan terancam dengan pemberhentian tidak terhormat," ujar Jasin di Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu 29 Juni 2016.

Menurut dia, pemecatan tersebut adalah wewenang dari Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin. "Statusnya nanti akan disampaikan langsung oleh Pak Menteri sekembalinya dari Arab Saudi. Semua sudah kami ajukan usulan-usulannya, nanti yang putuskan Pak Menteri, jadi sabar menunggu," ungkap Jasin.

Jasin juga membantah bahwa korupsi yang dilakukan oleh Dasikin adalah Rp4 miliar. Menurutnya, uang negara yang diambil Dasikin hanya sebesar Rp2 miliar dari total anggaran pengadaan buku pendidikan keagamaan senilai Rp10 miliar.

"Kerugian lebih dari Rp1 Mmiliar, itu yang Kejaksaan Agung tahu. Tapi tadi ada yang bilang Rp4 miliar, tapi yang tadi saya sebut itu kerugiannya Rp2 miliar lah," kata Jasin.

Kejaksaan Agung telah menahan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Kementerian Agama Dasikin ke Rutan Salemba cabang Kejagung, Senin 27 Juni 2016 kemarin. Dasikin ditetapkan sebagai tersangka setelah menjadi sebagai saksi terkait kasus korupsi pengadaan buku pelajaran agama Budha untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), dan Pendidikan Menengah pada tahun 2012 silam.

Penetapan Dasikin sebagai tersangka, karena ditemukannya indikasi dua penyimpangan dalam proyek itu yang dilakukannya. Meliputi rekayasa tender untuk mengarahkan pihak tertentu sebagai pemenang ten­der proyek, serta adanya peng­gelembungan harga barang atau mark-up. Akibatnya, negara dirugikan Rp4,2 miliar.