IMF Peringatkan Inggris, Brexit Akan Pukul Ekonomi

Brexit.
Sumber :
  • REUTERS/Francois Lenoir

VIVA.co.id – Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) akan memberikan dampak negatif dan substansial bagi perekonomian Inggris.

Dilansir The Telegraph, Selasa 21 Juni 2016, IMF menyatakan Brexit akan secara permanen mengurangi pendapatan. Artinya, pemerintah Inggris harus mengimplementasikan penghematan lebih lanjut dalam rangka menyeimbangkan anggaran.

Pernyataan IMF itu dirangkum dalam laporan IMF Article IV yang menggambarkan risiko yang akan dihadapi ekonomi Inggris. IMF mengidentifikasi risiko keluarnya Inggris dari Uni Eropa sebagai "ketidakpastian ekonomi jangka pendek utama".

Lembaga ini juga menyarankan bahwa mata uang pound dapat bertindak sebagai penyangga yang dapat mendongkrak daya saing ekspor Inggris. Namun, depresiasi pound tidak akan cukup untuk mengimbangi dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, konsumsi, dan investasi.

Kepala Misi IMF untuk Inggris, Phil Gerson mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang lemah akan membebani pendapatan pajak. Hal ini, mungkin memerlukan Pemerintah Inggris untuk melakukan penghematan fiskal yang lebih ketat.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Inggris, George Osborne mengatakan bahwa pemerintah akan memangkas pengeluaran pelayanan publik dan menaikkan pajak, setelah referendum keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

"Jika pengeluaran belanja menjadi lebih rendah secara jangka panjang, dipastikan anggaran sektor publik akan lebih kecil. Sebagian besar ekonom yang melihat ini (referendum) telah menemukan sebuah biaya negatif dari meninggalkan Uni Eropa," ujarnya.

IMF juga menyatakan referendum Brexit telah menyebabkan ketidakpastian ekonomi yang sangat tinggi.

IMF mengharapkan, jika Inggris tetap berada di Uni Eropa, ekonomi Inggris akan pulih pada akhir tahun ini. IMF memproyeksikan, ekonomi Inggris akan tumbuh sekitar 2,2 persen dalam jangka menengah.

"Namun, proyeksi ini dapat berbeda jika sejumlah risiko, termasuk keputusan Brexit, atau defisit transaksi berjalan yang saat ini mencapai rekor tertinggi, menyalakan kekhawatiran investor internasional," ujarnya. (asp)