Target Cukai Rokok Bakal Naik, Ancam Pertumbuhan Industri

Rokok.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Pemerintah kembali berencana untuk menaikkan target penerimaan cukai, seperti tertulis dalam nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Penerimaan dari sektor itu dinaikkan sebanyak Rp1,6 triliun menjadi Rp148 triliun.

Dari perubahan target ini, penerimaan cukai rokok dipatok sebesar Rp141,7 triliun, atau Rp1,9 triliun lebih tinggi dari target APBN 2016 sebesar Rp139,8 triliun. 

Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Sugeng Aprianto mengaku memang mengusulkan untuk ada kenaikan target untuk cukai rokok. Hal ini didasari optimisme Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bahwa akan ada lonjakan penerimaan cukai rokok di akhir tahun, lantaran akan ada kenaikan tarif di 2017.

"Targetnya memang diusulkan naik, tetapi tarifnya tetap. Kami harap ada lonjakan pembelian pita cukai di akhir tahun supaya target tercapai, walaupun saat ini volume produksi turun 0,6 – 0,8 persen year-on-year.” ujar Sugeng dalam keterangannya, Jumat 17 Mei 2016. 

Meski demikian, walaupun pemerintah mengusulkan kenaikan target, pencapaian setoran cukai per Mei 2016 masih di bawah target, hanya mencapai Rp28,2 triliun, atau lebih rendah 35,7 persen dari pencapaian tahun lalu pada periode yang sama sebesar Rp43,9 triliun. 

Penurunan realisasi setoran cukai disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai untuk 2016 sebesar 11,19 persen, mendorong pabrikan memborong cukai di akhir tahun lalu.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro sudah terlebih dahulu mengumumkan bahwa akan ada kenaikan tarif cukai untuk produk rokok pada 2017. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah mengurangi konsumsi rokok masyarakat.

Menanggapi hal ini, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Muhaimin Moefti mengatakan, saat ini, industri sudah tidak mengalami pertumbuhan. Terbukti, volume produksi Januari – Mei 2016 masih di bawah tahun lalu. 

"Keputusan pemerintah untuk terus menaikkan tarif cukai, tahun lalu bahkan sebesar 15 persen secara rata-rata tertimbang, tentu saja berpengaruh pada kinerja industri,"ujarnya.

Moefti menambahkan, kekhawatiran terbesar pelaku usaha adalah jika target baru ini nantinya dijadikan dasar penetapan target cukai 2017. Karena, kenaikan target cukai rokok yang terlalu tinggi, pastinya akan diikuti dengan kenaikan tarif cukai semakin tinggi supaya target tercapai. 

"Ini tentu saja akan makin menyulitkan industri. Seharusnya, tidak perlu ada kenaikan target penerimaan cukai rokok di RAPBNP 2016 ini," tambahnya.

Senada dengan pernyataan Moefti, Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Hasan Aoni Aziz mengatakan, adanya optimisme kenaikan di Januari sampai Mei 2016 harus disikapi bijak. Jangan sampai kenaikan ini mengubah tarif. "Ini justru yang akan berbahaya," jelasnya.

Bila kenaikan tarif dilakukan oleh pemerintah, menurutnya, akan terjadi penurunan daya beli. Akibatnya, industri akan terkena dampaknya. "Semua tentu sudah tahu, kalau industri kena imbas, banyak yang akan dirugikan," katanya.

Untuk itu, Hasan mengingatkan pemerintah, agar melihat masalah kenaikan cukai ini dengan jernih. Sebab, industri harus dilihat sebagai bagian utama yang terkena dampak dari kebijakan tersebut.

"Walaupun katanya kenaikan target tidak akan mengubah tarif cukai tahun ini, target ini tentu akan jadi acuan kebijakan tahun depan. Jangan cuma melihat tahun ini saja, tetapi perlu dipikirkan secara matang keberlanjutan kebijakan cukai ke depannya," jelas Hasan.

Terkait kenaikan target penerimaan cukai Anggota Komisi XI DPR Willgo Zainar mengatakan, target penerimaan mengalami shortfall (penurunan), maka pemerintah mencoba mencari solusi tercepat sebagai bantal fiskal 2016 lewat beberapa program, salah satunya pengampunan pajak (tax amnesty) yang salah satunya di bahas bersama di DPR saat ini. 

"Tujuannya diharapkan Rp165 triliun masuk ke pendapatan negara. Selain itu, juga rencana menaikkan cukai rokok Rp1,9 triliun," katanya.

Wilgo menambahkan, dari sisi pendapatan negara tentu sah-sah saja bagi negara untuk menjaring pajak dan cukai sebanyak- banyak dari wajib pajak (WP) perusahaan maupun perorangan. 

Namun, untuk rencana kenaikan cukai rokok sekitar Rp1,9 triliun ini perlu dikaji lebih komprehensif. Apakah akan berdampak pada tenaga kerja, pertumbuhan, dan cukai itu sendiri. Karena, filosofi cukai adalah pembatasan bukan pendapatan. 

"Saya kira, hal tersebut perlu menjadi bahan pertimbangan, agar jangan sampai kebijakan di bidang perpajakan dan cukai ini menjadi crowding out pada perekonomian kita yang masih dalam kondisi belum baik dan stabil," tuturnya. (asp)