YLKI: Jangan Sembarangan Impor Daging Beku
- M Iqbal / VIVA.co.id
VIVA.co.id – Masih tingginya harga daging sapi pada bulan Ramadan di pasaran membuat pemerintah menerapkan kebijakan impor daging beku. Harga daging beku jauh lebih murah dibanding harga daging segar yang saat ini telah melewati angka 120 ribu per kilogram.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, jika tujuannya untuk menurunkan harga secara jangka pendek, impor daging sapi beku adalah solusi yang paling praktis. Konsumen memang butuh harga daging sapi yang lebih terjangkau.
Namun, Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, ada beberapa catatan yang harus diperhatikan yaitu selera konsumen di Indonesia yang secara umum tidak suka dengan daging sapi beku, melainkan lebih suka daging sapi segar atau fresh meat.
"Akibatnya daging sapi beku sepi peminat, tidak laku," ujar Tulus melalui keterangan tertulis, Jumat 10 Juni 2016.
Di samping itu, daging sapi beku juga mempunyai kandungan air tinggi, bisa mencapai 20-30 persen. Jika konsumen membeli satu kilogram daging sapi beku, sebenarnya volume dagingnya hanya tujuh hingga delapan ons, sementara yang dua sampai tiga ons adalah berisi air, dan menyusut.
"Jadi harga daging sapi beku sebenarnya tidak murah, dan bahkan merugikan konsumen karena mengalami penyusutan volume," kata dia. Tidak hanya itu, daging sapi beku juga cenderung merugikan pedagang tradisional.
Sebab, pedagang tradisional tidak mempunyai lemari pendingin (cold storage), untuk menyimpan daging sapi beku. Jika dijual secara terbuka daging sapi beku hanya tahan maksimal tiga jam saja. Lebih dari itu akan mencair, dan merusak kualitas daging.
Untuk menurunkan harga yang masih tinggi, YLKI meminta pemerintah untuk memangkas rantai distribusi daging sapi yang terlalu panjang. Selain itu presiden juga diminta fokus dengan upaya swasembada daging sapi.
"Swasembada daging sapi bisa dilakukan, jika pemerintah serius melakukan pendampingan dan memberikan insentif pada peternak lokal.”
(mus)