Siswa Sekolah di Serang Produksi Tas untuk Sophie Martin
VIVA.co.id – Mila Pepilaya adalah seorang mantan siswa sekolah menengah atas (SMA) Bina Putera, Kopo, Serang, Banten. Dia punya karya yang terbilang ‘wah’. Sebab, dengan ketekunan dan keuletannya belajar menjahit sewaktu kelas 1 di SMA tersebut, ia sudah bisa membuat tas yang bahkan dijual kepada brand fesyen asal Prancis, Sophie Martin.
Sedikit bercerita, SMA Bina Putera adalah sekolah swasta yang terletak di tengah hutan. Sekolah tersebut, didirikan atas upaya dana yang dicari oleh Yayasan Lembaga Pendidikan dan Pengembangan SDM (LPPSDM) Bina Putera Utama.
Mila mengatakan, ia belajar menjahit, setelah ayahnya membawa satu mesin jahit ke rumah. Ayahnya, Muntana, adalah seorang perancang sample tas dan dompet di CV Arista. Perusahaan itu adalah pemasok barang untuk Sophie Martin.
“Jadi, kita dapat bahan dari Sohie Martin. Sekarang, pekerja sudah delapan orang, kita bisa produksi tiga minggu paling banyak 1.000 dompet,” ujar Mila kepada VIVA.co.id, saat dihubungi melalui telepon.
Kini, wanita berusia 25 tahun ini telah enam tahun memproduksi tas dan dompet untuk Sophie Martin. Namun, sekarang dia terpaksa membatasi pemesanan hanya untuk dompet dan tidak lagi memproduksi tas, karena keterbatasan tenaga kerja.
Dia dan delapan tenaga kerja memang hanya menyanggupi untuk membuat dompet hingga 1.000 biji saja. Menurut pengakuan Mila, keuntungan yang ia dapat, setelah dikurangi biaya listrik dan tenaga kerja, mencapai Rp3 juta.
Nah, hitung-hitungan dengan pihak Sophie Martin, satu dompet yang sudah jadi dibiayai Rp6.000, dari situlah Mila membayar biaya produksi dan listrik.
“Saya juga masih digaji bapak mba. Jadi, bapak yang menangani semua,” kata Mila.
Sementara itu, untuk satu karyawan diupah sehari dari Rp20 ribu hingga Rp40 ribu, tergantung waktu kerja pekerjannya.
Mila pun manaruh harapan, jika nanti punya modal, dia ingin membuat produksi tas dan dompet dengan merek sendiri. “Ya, sudah mulai bisalah mba desain sendiri, belajar-belajar,” ujar dia.
Sebagai informasi, SMA Bina Putera, telah banyak menghasilkan gebrakan yang memberi seribu manfaat. Seperti menciptakan bahan pengawet alami tahu dari pisang, sebagai pengganti formalin, dan membuat tempe dengan cara yang lebih sederhana menggunakan agen hayati.
Akhmad Supriyatna, selaku ketua Yayasan LPPSDM Bina Putera Utama, mengatakan, mendirikan SMA Bina Putera dengan pemikiran untuk memberikan lapangan usaha bagi warga Kopo. Terutama, karena kebanyakan dari warga di Kopo, setelah lulus sekolah menengah pertama hanya menjadi kenek bus, atau warga perempuan malah langsung menikah.
“Karena itulah, saya termotivasi untuk membuat SMA di sini,” ujar Yatna beberapa waktu lalu. (asp)