Bank Dunia: Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh 5,1 Persen
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVA.co.id – Mulai terlihatnya upaya reformasi kebijakan dalam mendorong investasi dan meningkatkan produktivitas membuat Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 dapat tumbuh sebesar 5,1 persen atau lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar 4,8 persen.
Selain itu, potensi peningkatan investasi di beberapa negara besar di ASEAN, termasuk Indonesia, berdasarkan laporan Global Economic Prospects Juni 2016 juga semakin membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi 2017 dan 2018 naik masing-masing menjadi 5,3 persen dan 5,5 persen.
Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi ASEAN 2016 diperkirakan tetap sama dan menjaga perlambatan ekonomi Tiongkok serta dapat mengimbangi pemulihan ekonomi di negara maju, rendah harga energi, dan ketidakpastian pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat.
Laporan Global Economic Prospects juga menyebutkan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik di luar Tiongkok tetap tumbuh sebesar 4,8 persen. Pertumbuhan di kawasan ini diperkirakan ditopang oleh naiknya sejumlah investasi di beberapa negara besar seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand, serta konsumsi tinggi di Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Senada dengan Bank Dunia, Bambang Prijambodo, Staf Ahli Menteri Bidan Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, mengatakan sepanjang 2016 ekonomi Indonesia memang masih menghadapi beberapa tantangan global.
Tantangan tersebut dimulai dari melambatnya negara berkembang, penyesuaian yang dilakukan oleh ekonomi Tiongkok, harga komoditi yang tetap rendah, serta normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat.
Menurut dia, bila empat risiko global tersebut gagal diantisipasi, pertumbuhan ekonomi dunia berpotensi lebih rendah dari yang diperkirakan. Untuk itu, perlu sebuah kebijakan khusus yang dilakukan Pemerintah untuk mengatasi hal tersebut.
"Saat ini meski kondisi ekonomi meningkat, investasi masyarakat masih lambat, daya beli masyarakat turun, dan daya saing ekonomi yang masih rendah harus ditingkatkan guna mendorong permintaan domestik," jelas Bambang kepada VIVA.co.id
Untuk itu, dalam menghadapi tantangan tersebut perlu kebijakan fiskal yang diarahkan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin ruang, dan kebijakan sektor riil diarahkan untuk mengurangi berbagai kendala yang menghambat bagi peningkatan daya saing dan investasi.