DPR Usulkan Dewan Pengawasan Bagi Densus 88
- VIVA.co.id/Abdullah Hamann
VIVA.co.id – Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra Muhammad Syafi'i menilai dalam RUU Terorisme belum jelas bagaimana pembagian tugasnya. Ia juga mempertanyakan harmoni antara Densus 88 dengan TNI dalam penanganan terorisme.
"Tidak mungkin mereka tidak dilibatkan, ada hal hal khusus yang mana kita membutuhkan TNI dalam penanganan pelaku tindak pidana teroris itu," ujarnya saat di wawancarai, Senin 30 Mei 2016.
Ia mengaku sangat heran ketika ada keluhan keterbatasan dana operasional Densus 88, tapi kemudian di lapangan bisa memberikan uang kepada keluarga Siyono yang jumlahnya sampai Rp100 juta.
"Apakah ada nomenklatur di dalam pendanaan operasional pemberantasan terorisme kalau tidak ada uangnya dari mana? ini kan perlu audit juga," ujar Anggota Komisi III ini.
Ia menambahkan, kita perlu mengaudit dana gerakan-gerakan teroris, tapi juga jangan dilupakan lembaga yang menangani teroris ini juga lembaga negara yang menggunakan APBN.
"Ini juga ada auditnya, karena itu ada pikiran-pikiran mungkin dibutuhkan dewan pengawas yang bisa mengawasi transparansi kinerja dan juga audit keuangan yang digunakan dalam operasi pemberantasan korupsi," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, DPR RI memang secara fungsi memiliki tugas pengawasan akan tetapi itu yang bersifat penggunaan anggaran dan pelaksanaan UU.
"Secara spesifik Polisi juga punya komisi kepolisian, Jaksa punya komisi kejaksaan, Hakim punya komisi yudisial," katanya.
Menurutnya, kalau Densus mengeluh kurang dana, tapi kemudian punya dana Rp100 juta untuk keluarga Siyono ini bukan tidak mungkin ada yang menitip.
"Ini kan bukan ada gratifikasi. Bisa saja yang menitip itu memiliki kepentingan-kepentingan yang lain, uang sama bahayanya dengan tindak pidana terorisme yang sedang ditangani. Makanya dibutuhkan apa yang disebut dewan pengawas," kata Syafi'i.
Ia mengusulkan dewan pengawasan seperti menjaring dewan pengawas di lembaga-lembaga lain.
"Mungkin ada akademisi, ada pakar tapi jangan memble seperti yang sudah ada karena ini menyangkut nyawa manusia," ujarnya. (webtorial)