BI: Insentif Loan To Value Belum Berhasil Dongkrak KPR
VIVA.co.id – Bank Indonesia (BI) mengaku, kebijakan insentif untuk kredit perumahan melalui pelonggaran Loan to Value (LTV), yang dikeluarkan sejak tahun lalu, belum mampu mendongkrak pertumbuhan kredit perumahan hingga saat ini.
Menurut Direktur Departemen Kebijakan Makro Prudential dari Bank Indonesia, Yati Kurniati, hal tersebut lantaran perlambatan perekonomian nasional yang masih berlanjut hingga sekarang. Gairah masyarakat untuk membeli rumah belum terasa.
"LTV 2015 kan kami mulai longgarkan meskipun impactnya masih baru tahap menahan perlambatan. Ketika LTV dikeluarkan itu kan pertumbuhan ekonominya juga melambat jadi orang memilih spending untuk keperluan utama ketimbang beli rumah. Jadi dampak pelonggaran LTV Nov 2015 tidak terlalu signifikan utk memboost," kata Yati di gedung BI Jakarta, Jumat 24 Mei 2016.
BI mencatat, pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada kuartal pertama tahun inj sebesar delapan persen menjadi Rp345,9 triliun. Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan kuartal pertama tahun lalu yang sebesar 12,5 persen menjadi Rp320,4 triliun.
Sementara itu Real Estate Indonesia (REI) mencatat, pada kuartal I tahun ini pasar properti kelas atas mengalami penurunan hingga 30 persen jika dibandingkan pada kuartal I tahun 2015.
"Jadi pelonggaran LTV ini masih belum berdampak untuk mendorong pertumbuhan pembangunan perumahan. Maka kami lihat prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik ke depan, kami kaji lebih baik lagi pilihan kebijakan mana yang baik untuk mendorong sektor properti ini," tuturnya.
Yati mengungkapkan, semestinya kebijakan pelonggaran LTV yang sebesar 10 persen sehingga dapat menurunkan uang muka KPR dari 30 persen menjadi 20 persen harus dibarengi kebijakan lainnya. Hal itu dapat menjadi salah satunya dorongan kebijakan perlindungan nasabah agar lebih nyaman dalam mengambil KPR.
"Perlindungan konsemen dan lain sebagainya belum tercakup, ya gak optimal. Makanya proses kajian ini perlu waktu, dan semoga tidak terlalu lama. Relatif (lamanya) kami juga harus bicara dengan otoritas lain untuk memperkuat pertimbangan," ujar Yati.
(ren)