Skenario Terburuk Jika RI Tak Gabung Blok Dagang AS

Ilustrasi industri logistik
Sumber :
  • eolaspecialtyfoods.com

VIVA.co.id – Sebanyak 12 negara pada Februari 2016 lalu telah meneken perjanjian kesepakatan kerja sama Trans-Pacific Partnership (TPP). Kemitraan ini tentunya akan menciptakan blok ekonomi yang akan mengurangi halangan tarif yang selama ini menjadi gangguan aktivitas perdagangan dari 12 negara anggota.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Presiden Joko Widodo di penghujung tahun 2015 sempat mengisyaratkan ketertarikan untuk bergabung dengan pakta perdagangan antarnegara-negara Asia Pasifik tersebut. Presiden menegaskan proses Indonesia masuk ke TPP akan menempuh jalan panjang.

Ekonom senior Australia Indonesia Partnership for Economic Governance, Achmad Shauki, menggambarkan skenario terburuk. Menurutnya, Indonesia akan kehilangan setidaknya US$360 juta jika tidak ikut berpartisipasi dalam pakta perdagangan tersebut.

“Ini karena ada trade diversion (peralihan perdagangan) dari Indonesia ke anggota TPP,” kata Shauki dalam sebuah diskusi di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu 18 Mei 2016.

Shauki mengungkapkan, dari total potensi kehilangan tersebut, hampir setidaknya US$182 juta berasal dari Amerika Serikat. Beberapa produk Indonesia yang selama ini diminati oleh Negeri Paman Sam tersebut pun berpotensi akan menurun.

Alasannya, lanjut Shauki, AS akan jelas lebih memilih negara-negara anggota TPP untuk melakukan aktivitas perdagangan karena diuntungkan dengan tarif yang relatif murah. Artinya, tarif impor Indonesia dibandingkan negara anggota TPP jauh lebih tinggi.

"AS tidak akan lagi mengimpor alas kaki ke Indonesia. Justru yang akan merasakan nanti itu Vietnam, Peru, atau Meksiko. Produk jadi tidak kompetitif," katanya.

Sebagai informasi, 12 anggota TPP yakni Amerika Serikat, Jepang, Brunei, Australia, Selandia Baru, Kanada, Meksiko, Chile, Peru, Malaysia, Singapura, dan Vietnam. Sampai saat ini, negara anggota TPP telah menguasai 40 persen ekonomi dunia.