Pembeli Uni Eropa Lebih Percaya Produk Legalitas

Industri kerajinan rotan
Sumber :
  • Antara/ Rosa Panggabean

VIVA.co.id – Pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) secara mandatory, atau wajib untuk semua produk berbahan kayu dinilai melapangkan akses ekspor produk furnitur Indonesia, terutama Uni Eropa.

“Pemberlakuan SVLK itu, selanjutnya menghilangkan kewajiban uji tuntas (due diligence) yang menjadi beban biaya bagi eksportir yang selama ini dialami oleh produk olahan kayu Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa. Apalagi, industri furnitur kayu sebagian besar merupakan industri kecil menengah,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin, dilansir dari laman Kemenperin, Rabu 18 Mei 2016.

FLEGT merupakan Forest Law Enforcement Governance and Trade, atau Penegakan Hukum, Tata Kelola, dan Perdagangan Bidang Kehutanan. Negosiasi Indonesia dan Uni Eropa dalam rangka FLEGT Voluntary Partnership Agreement dinahkodai oleh Kementerian Luar Negeri dan melibatkan para pemangku kepentingan baik dari unsur pemerintahan seperti kementerian, unsur industri dan masyarakat.

"Berlakunya SVLK secara mandatory untuk seluruh produk berbahan kayu, diharapkan berdampak positif terhadap industri hilir pengolahan kayu, terutama furnitur kayu, karena meningkatnya tingkat kepercayaan buyer internasional, terutama dari Uni Eropa, bahwa produk olahan kayu Indonesia dijamin legalitasnya," kata Menperin.

Kepercayaan juga terkait bahwa bahan baku kayu bersumber dari hutan lestari, atau sustainable forest management (SFM) yang nantinya meningkatkan daya saing produk furnitur kayu Indonesia dan membuka peluang pasar yang lebih besar.

Beleid pemberlakuan SVLK secara mandatory itu tertuang pada Peraturan Menteri Perdagangan No.25 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No.89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.

Ketentuan ini memuat perubahan prinsip dari peraturan sebelumnya, di mana penerapan SVLK berlaku secara mandatory untuk semua produk berbahan baku kayu. Sebelumnya, penerapan SVLK voluntary (bebas) untuk 15 HS, termasuk furnitur kayu.

Menteri Saleh melanjutkan, setelah keberterimaan produk kayu Indonesia berlaku secara resmi melalui skema SVLK oleh Indonesia untuk memenuhi skema FLEGT Uni Eropa, aplikasi penuh dari sistem ini di Uni Eropa diharapkan agar dapat segera diberlakukan. Skema ini menggunakan Dokumen V-Legal sebagai dokumen eksportasi produk kayu ke pasar internasional khususnya Uni Eropa.

SVLK juga menjadi upaya perbaikan tata kelola kehutanan yang perlu didukung oleh para pihak terkait. "Diharapkan tidak menjadi beban bagi pelaku usaha, namun justru dapat menjadi investasi perbaikan manajemen industri pengolahan kayu," ujarnya.

Produk industri kehutanan merupakan salah satu produk ekspor nasional yang memberikan kontribusi dengan tren yang terus meningkat selama lima tahun terakhir sebesar dua persen. Nilai ekspor produk industri kehutanan tercatat US$10,6 miliar pada 2015, atau delapan persen dari total ekspor non migas Indonesia. (asp)