Inovasi Teknologi Harus Jadi Pola Pikir Masyarakat Desa
- Kementerian Desa
VIVA.co.id – Inovasi pengelolaan Teknologi Tepat Guna (TTG) dianggap bisa menyelesaikan beberapa persoalan yang ada di Indonesia. Jika dikembangkan dengan baik, TTG bisa meningkatkan perekonomian masyarakat desa.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Ahmad Erani Yustika dalam Forum Komunikasi Inovator dan Pengelolan Posyantek Teknologi Tepat Guna di Gedung Makarti, Kalibata, Rabu 11 Mei 2016.
Menurut Erani, Indonesia masih harus memperbaiki kualitas inovasi TTG. Mengacu pada data Global Inovation Indeks, peringkat Indonesia masih berada pada posisi 85 dari 135 negara yang disurvei. Dengan posisi tersebut, kata Erani, Indonesia termasuk negara yang mengalami percepatan inovasi dalam hal TTG.
“Pada 2013, Indonesia termasuk negara yang mengalami percepatan tertinggi. Posisi percepatan inovasi teknologi tepat guna Indonesia, sudah berada di posisi 31 dari 141. Sedangkan posisi teknologinya masih berada di posisi 77 dari 144 negara yang di survei,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.
Berpedoman indeks tersebut, Erani meyakini ada harapan besar bahwa inovasi di Indonesia sangat melimpah.
“Nanti inovasi tepat guna bisa menjadi bahasa baru ke depan, yang menentukan produktivitas ekonomi, bukan lagi terletak pada SDM dan modal sosial, akan tetapi juga lebih dari sisi inovasi dan teknologi tepat guna,” kata dia.
Dua kunci
Terkait dengan hal itu, menurutnya ada dua persoalan pokok dalam proses pengembangan inovasi TTG di Indonesia, yang harus segera diselesaikan. Pertama, teknologi di Indonesia belum menjadi isu utama. Hal tersebut, bisa dilihat dari anggaran untuk kepentingan riset dan pengembangan yang masih rendah.
“Sampai hari ini, harus diakui dengan jujur, belum mengarisutamakan teknologi, kita masih menyusun persoalan yang mengarah kepada isu kebutuhan pokok, dari APBN masih kurang dari dua persen. Dari sisi ini, anggaran dan insentif belum didapatkan,” tutur dia.
Persoalan kedua, terletak pada lingkungan bisnis di Indonesia. Erani mengatakan, penemuan teknologi di negara lain mendapat sokongan kuat dari swasta, yakni dunia bisnis. Sedangkan di Indonesia, riset dan inovasi lebih banyak disokong oleh pemerintah, kondisi seperti ini perlu diubah. Hampir semua pelaku inovasi di Indonesia masih takut untuk ditiru.
Erani mengatakan, masyarakat desa harus menjadikan inovasi teknologi menjadi mindset untuk menopang kepentingan sosial.
“Desa kita ingin menerjemahkan inovasi teknologi menjadi mindset. Kita sudah terlalu lama tidak menyentuh inovasi teknologi. Kelompok inovator ini sebenarnya adalah kelompok paling elit di bangsa ini,” ujar Erani. (asp)