MPR: Pajak itu Nyawanya APBN

Petugas menghitung tumpukan uang rupiah.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Barang hasil tambang, yang selama ini dijadikan pemerintah sebagai pelumas untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional, mulai pudar dalam beberapa tahun terakhir setelah harga komoditas global terus menuju ke level terendah.

Indonesia, sebagai negara berkembang, kini hanya bisa mengandalkan pembangunan infrastruktur demi tetap menjaga konsistensi pertumbuhan sesuai fundamental. 

Namun, kas keuangan negara tidak cukup untuk membiayai seluruh program prioritas pembangunan.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Oesman Sapta Odang, menilai peran penerimaan pajak menjadi sangat krusial di dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahkan, kas negara dipandang masih sangat bergantung pada penerimaan pajak.

“Hampir 70 persen pendapatan negara itu dari pajak. Pajak memang bukan keahlian MPR, tapi itu nyawa dari APBN," kata Oesman, saat ditemui di Balai Kartini Jakarta, Selasa, 3 Mei 2016.

Parlemen memandang, upaya pemerintah menerapkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty), mapun revisi dari Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan harus disertai dengan transformasi yang menyeluruh dari sisi internal Direktorat Jenderal Pajak sebagai reguator.

Apalagi, dalam waktu dekat Indonesia mulai memasuki era keterbukaan informasi perbankan. Pemerintah pun harus menyesuaikan dengan kondisi tersebut, agar kejadian-kejadian yang justru bisa merugikan negara bisa terminimalisir dengan baik.

"Harus ada transformasi kelembagaan, agar DJP (Direktorat Jenderal Pajak) bisa lebih otonom dan kuat," katanya.

Oesman mencatat, ada beberapa poin yang masih bisa ditelaah lebih dalam. Mulai dari strategi menggaet para wajib pajak (WP), struktur dan sistem teknologi yang dioptimalisasi dengan baik, sampai dengan target penerimaan yang lebih realistis.

(ren)