Kominfo: OTT Harus Kerja Sama dengan Operator

Ilustrasi WhatsApp dan Facebook.
Sumber :
  • cisco.tv

VIVA.co.id – Melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika, pemerintah berencana ingin mengatur keberadaan layanan Over the Top (OTT) yang selama ini dianggap bebas berbisnis.

Selain harus Berbadan Usaha Tetap (BUT), Kementerian Komunikasi dan Informatika menginginkan agar OTT juga bisa bekerja sama dengan operator telekomunikasi, sebagai pilihan lainnya menjalankan usahanya di Indonesia.

Penekanan tersebut terlihat jelas pada rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang OTT, pada bagian ketiga tentang kerja sama penyedia  dengan penyelenggara telekomunikasi.

Pada pasal 7 rancangan aturan tersebut, dituliskan penyedia layanan OTT dapat melakukan pembebanan biaya (berbayar) maupun tidak melakukan pembebanan biaya (tidak berbayar) terhadap penggunaan layanan OTT.

Setidaknya ada tiga opsi yang disediakan oleh Kominfo kepada keberlangsungan OTT dalam berbisnis di Tanah Air. Opsi pertama, dalam penyediaan dapat bekerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi.

Opsi kedua, dalam hal layanan OTT yang disediakan memiliki fungsi sama atau substitutif dengan layanan jasa telekomunikasi, penyedia layanan OTT wajib bekerja sama dengan penyelenggara jasa telekomunikasi.

Opsi ketiga, dalam hal layanan OTT yang disediakan memiliki fungsi sama atau substitutif dengan layanan jasa telekomunikasi, penyedia layanan OTT wajib menjadi penyelenggara jasa telekomunikasi.

Pada opsi kedua dan ketiga, OTT diberi pilihan mau bekerja sama atau berperan seperti halnya menjadi operator telekomunikasi. Opsi tersebut bisa jadi disematkan ketiga-tiganya atau pun dipilih salah satunya, tergantung rampungnya uji publik Permen ini.

Pada ayat berikutnya, kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat dua (opsi pertama), harus dituangkan dalam perjanjian tertulis dan dilaporkan kepada Badan Regulasi Telekomunkasi Indonesia (BRTI) paling lambat 30 hari kalender sejak perjanjian kerja sama ditandatangani.

Lingkup kerja sama

Perjanjian kolaborasi yang dimaksud meliputi paling sedikit memuat lingkup kerja sama, hak dan kewajiban para pihak, batas tanggung jawab para pihak kepada pengguna dan/atau pelanggan, jenis dan layanan yang disediakan, skema bisnis dan/atau struktur tarif, perjanjian tingkat layanan, dan kewajiban lainnya yang sesuai dengan perundang-undangan.

Diberitakan sebelumnya, dorongan pemerintah untuk OTT agar berkolaborasi dengan operator terus digalakkan. Langkah itu sebagai pilihan, apabila OTT tersebut tidak memegang BUT di Indonesia.

Misalnya, kehadiran layanan video on demand, seperti Hooq dan Iflix di Indonesia yang beberapa waktu lalu bekerja sama dengan operator telekomunikasi sebagai gerbang kemunculan layanan streaming online di Tanah Air.

Sedangkan Netflix yang melebarkan sayap bisnisnya usai diumumkan ekspansi ke 130 negara tambahan, termasuk Indonesia, pada acara Consumer Electronic Show (CES) tanggal 7 Januari lalu, harus mendapat batu sandungan. Sebab, perusahaan asal Amerika Serikat itu dinilai mengandung konten pornografi hingga diblokir aksesnya oleh Telkom. (ase)