Outsourcing DIklaim Solusi Atasi Masalah Lapangan Kerja

Ilustrasi outsourcing
Sumber :
  • http://www.junta42.com

VIVA.co.id – Permasalahan alih daya (outsourcing) harus disikapi secara bijak dan dilihat dari perspektif yang lebih luas. Tuntutan agar sistem alih daya dihapuskan yang kerap diserukan setiap hari oleh buruh, dinilai merupakan hal yang kontraproduktif. 

Selain bertentangan dengan hukum, tuntutan tersebut diklaim sulit dilaksanakan, mengingat kondisi Indonesia dengan tingkat pengangguran yang tinggi, kurangnya tenaga terampil, dan minimnya lapangan pekerjaan. 

Ahli hukum perburuhan dari Universitas Airlangga, M. Hadi Shubhan berpendapat, tuntutan penghapusan outsourcing merupakan tindakan yang tidak berdasar hukum, karena hal itu secara tersurat diatur Undang-undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 64 – 66. 

"Pasal ini telah diuji di MK (Mahkamah Konstitusi) dan Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 menyatakan pasal tersebut konstitusional, dengan persyaratan yang melindungi pekerja. Karena sudah diputus oleh MK, maka konstitusionalitas outsourcing seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat 29 April 2016.

Hadi menambahkan, alasan logis dibolehkannya outsourcing adalah untuk tercapainya efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan kegiatan utamanya. Dalam rangka efektifitas tersebut, pekerjaan yang sifatnya penunjang dapat dialihkan kepada perusaahaan penyedia jasa, sehingga perusahaan bisa berkonsentrasi pada kegiatan utama.

Sementara itu, Direktur INDEF, Enny Sri Hartati menilai, penghapusan outsourcing, justru berpotensi berdampak pada meningkatnya tingkat pengangguran. Hal ini, mengingat pekerja outsourcing sebagian besar pada industri padat karya. 

Dengan minimnya lapangan kerja formal yang tersedia, outsourcing justru bisa menjadi alternatif untuk penyerapan tenaga kerja, khususnya lulusan sekolah menengah. 

"Kalau kita melihat data, kelompok pengangguran tertinggi berasal dari mereka yang lulusan sekolah menengah dan sederajat, yang belum memiliki keterampilan maupun pengalaman kerja," ujarnya. 
 
Dia menambahkan, hal yang utama dan terpenting adalah adanya kepastian dan perlindungan hak dan kewajiban pekerja outsourcing yang tercantum dalam perjanjian kerja. 

***

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur ISS Indonesia, Elisa Lumbantoruan mengatakan, perusahaan outsourcing punya peran penting dalam penciptaan lapangan kerja. 

Dia mencontohkan, ISS Indonesia saat ini mempekerjakan sekitar 61 ribu karyawan dan setiap bulan merekrut 1.500 – 2.000 karyawan baru, yang mayoritas lulusan sekolah menengah dan belum punya pengalaman kerja formal.  

"Di sejumlah negara, seperti di India, yang jumlah penduduknya juga besar, outsourcing menjadi solusi mengatasi masalah pengangguran. Dengan jumlah penduduk yang begitu besar, seharusnya pembangunan ekonomi di Indonesia juga bertumpu pada pengembangan sumber daya manusia," ucapnya. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015) per Agustus 2015, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,56 juta, meningkat empat persen dibandingkan Agustus 2015, sebanyak 7,24 juta orang.

Sebanyak 3,84 juta, atau sekitar 50 persen dari jumlah pengangguran merupakan lulusan SMA dan sederajat. Diikuti oleh pengangguran lulusan SMP (1,37 juta orang), SD (Satu juta orang), diploma (251 ribu orang) dan sarjana (653 ribu).
 

(asp)