Kepala BPJN IX Maluku Jadi Tersangka Kasus Suap

Pelaksana Harian Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati Iskak
Sumber :
  • VIVA.co.id/Januar Adi Sagita

VIVA.co.id – Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Amran diduga telah menerima suap terkait proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016. Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.

"Diduga menerima hadiah atau janji dari AKH," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di kantornya, Rabu 27 April 2016.

Amran dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Kasus ini diketahui merupakan pengembangan kasus yang telah menjerat dua anggota DPR yakni Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto. Keduanya juga diduga telah menerima suap dari Abdul Khoir. Pada kasus tersebut, penyidik telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka.

Pada surat dakwaan Abdul Khoir, disebutkan ada beberapa kali pemberian uang kepada Amran. Pemberian kepada Amran berawal dari pertemuan pada 12 Juli 2015 di sekitar Mall Atrium Senen, Jakarta Pusat. Saat itu Abdul Khoir dikenalkan oleh Alfred kepada Amran yang merupakan Kepala BPJN IX yang baru dilantik.

Pada pertemuan itu, Amran meminta uang Rp8 miliar kepada Khoir dan Alfred guna membayar keperluan suksesinya saat menjadi Kepala BPJN IX. Amran lantas menjanjikan akan memberikan proyek pada Khoir dan Alfred pada tahun 2016.

Uang Rp8 miliar hasil urunan itu lantas diberikan keesokan harinya melalui perantara bernama Herry. Namun, Herry hanya menyerahkan Rp7 miliar kepada Amran dan sisanya dipakai sendiri.

Lantaran ada uang yang diambil Herry, Amran kembali meminta uang sebesar Rp2 miliar pada Khoir.

Pada akhir bulan Juli 2015, Khoir mendapat informasi dari Amran bahwa akan ada proyek dari program aspirasi DPR. Amran lantas meminta fee sebesar Rp3 miliar kepada Khoir untuk mengupayakan agar proyek program aspirasi tersebut dapat disalurkan pada pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku atau Maluku Utara. Selain itu, Amran meminta Khoir untuk memberikan fee pada anggota Komisi V DPR.

Untuk memenuhi permintaan tersebut, Khoir kemudian urunan uang dengan Henock Setiawan alias Rino, Charles Fransz alias Carlos, Alfred serta Aseng hingga terkumpul yang Rp2,6 miliar. Uang kemudian diberikan dalam bentuk Dolar Amerika Serikat pada Amran melalui Imran dengan maksud agar PT Windhu Tunggal Utama, PT Cahaya Mas Perkasa dan PT Sharleen Raya sebagai pelaksana proyek.

Pada saat kunjungan kerja Komisi V DPR di Maluku bulan Agustus 2015, Khoir memberikan uang Rp455 juta kepada Amran untuk diberikan pada para anggota dewan. Tujuannya, agar para anggota dewan tersebut menyalurkan dana aspirasinya untuk pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku atau Maluku Utara dan Amran dapat menunjuk PT Windhu Tunggal Utama sebagai pelaksana proyeknya. Bahkan, Khoir sempat dikenalkan pada Mohamad Toha pada saat kunjungan kerja itu.

Usai kunjungan kerja, Amran sempat melobi Damayanti dan beberapa anggota Komisi V lainnya agar menyalurkan aspirasinya kepada Kementerian PUPR dalam bentuk pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.