Batik Pring Sedapur, Batik Asli Magetan
- VIVA.co.id/Adib Ahsani
VIVA.co.id – Banyak ragam corak batik yang diangkat oleh para pembatik di Indonesia. Salah satunya, kampung di Magetan, Jawa Timur, yang secara turun-temurun menjaga motif batik sesuai dengan nama kampung mereka. Motif bambu menjadi ciri khas batik Magetan.
Adalah Desa Sidomukti, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, yang terletak di lereng Gunung Lawu.
Desa tersebut menjadi sentra batik bagi Kabupaten Magetan. Saat datang ke Sidomukti, Anda akan disambut dengan patung ibu membatik yang berdiri di gapura desa.
Tak berlebihan jika patung ibu membatik itu dibuat sebagai ikon desa. Karena, ibu-ibu di desa itu sebagian besar mempunyai kesibukan membatik.
Motif bambu atau pring dalam Bahasa Jawa menjadi ciri khas batik yang diproduksi. Pemerintah Kabupaten Magetan menjadikan motif pring sedapur (serumpun bambu) sebagai motif khas Magetan.
“Mulai dari nenek-nenek kami dulu, memang sudah ada kegiatan membatik meskipun mereka hanya menjadi buruh. Dan dari dulu, kami diajari bagaimana cara menggambar dan membatik motif bambu, sesuai nama kampung sini, kampung Papringan,” ujar Siswati, Ketua Kelompok Usaha Bersama Rahayu Mukti 1 kepada VIVA.co.id, Minggu, 24 April 2016.
Usaha tersebut semakin berkembang pada 2002, sejak Kementerian Sosial mengucurkan dana untuk memberi pelatihan dan modal kepada kaum perempuan di desa ini.
“Di sini ada lebih dari 30 ibu-ibu yang terlbat dalam usaha batik ini. Dari 30 orang itu, kami bagi menjadi tiga kelompok. Kementerian Sosial memberi bantuan sebanyak Rp30 juta per kelompok yang terdiri minimal 10 orang,” jelas Siswati.
Di desa ini ada tiga lokasi membatik yang ditekuni ibu-ibu, di antaranya di kampung Prapringan, dan di Kantor Desa Sidomukti.
Papringan sendiri mempunyai arti sebagai tempat tumbuhnya bambu atau pring. Motif bambu dipilih, karena tanaman berakar serabut itu banyak tumbuh dan menginspirasi untuk diabadikan dalam kain batik sejak dulu.
Namun, dalam perkembangannya motif batik tidak melulu hanya motif bambu, berkembang ke motif lain.
“Tetapi motif sekarang tetap pada hasil bumi di Magetan, seperti wortel dan sayur mayur lain,” tambah Siswati.
Dia memaparkan, dalam sebulan satu kelompok bisa menghasilkan 500 hingga 600 helai kain dengan ukuran 2,25 x 1,5 meter.
Pemasaran batik tersebut tak hanya di Magetan, tetapi juga ke Jakarta, Kalimantan, Bogor, Malang, bahkan sebuah dinas di Papua pernah memesan untuk seragam batik kantor.
Meski hanya sebagai sampingan ibu-ibu dalam mencari uang tambahan, rupanya usaha ini tidak bisa dipandang sebelah mata.
Sehari mereka mendapat uang Rp25 ribu. Tentunya, penghasilan yang tidak sedikit bagi ibu-ibu yang tinggal di desa.
“Penghasilan ibu-ibu ini, berdasarkan berapa hari dia membatik dalam sebulan. Dengan hitungan Rp25 ribu per hari. Semakin sering membatik, semakin banyak didapat,” tambahnya.
Selain menjadi ciri khas, motif batik Magetan banyak disukai para pembeli karena ada karakter pada motif bambu tersebut.
Harga satu helai kain batik dengan motif bambu produksi ibu-ibu kampung Prapringan ini beragam. Harga terendah mulai Rp135 ribu hingga Rp1 juta, tergantung tingkat kesulitan dalam corak batik.