KPK Buka Kemungkinan Kembangkan Penyelidikan Kasus Reklamasi

Reklamasi Teluk Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA/Wahyu Putro A

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengembangkan kasus dugaan suap terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Reklamasi di Teluk Jakarta.

Salah satu hal yang tengah dikembangkan adalah kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini. Baik kepada pihak yang diduga turut menerima atau turut memberi. "Masih dipelajari lanjut," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi, Selasa, 19 April 2016.

Secara terpisah, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, juga tidak menampik mengenai kemungkinan kasus ini untuk dikembangkan. Menurut dia, hal tersebut masih dilakukan oleh penyidik. Yuyuk menyebut saat ini penyidik masih terus melakukan pengembangan dengan memeriksa sejumlah saksi dan tersangka.

"Kalau dugaan terkait korupsi lainnya, nanti akan kita kembangkan. Kita fokus dulu pada sekarang yang ditangani," ujar dia.

Diketahui, kasus ini terungkap setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 31 Maret 2016 lalu. Penyidik KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka  adalah Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja; Karyawan PT APL, Triananda Prihantoro, serta Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi.

Ariesman dan Trinanda diduga telah memberikan suap kepada Sanusi hingga Rp2 miliar. Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Sebagai pihak penerima suap, Sanusi disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, Arieswan dan Triananda diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.