Jadi Wirausaha Tak Perlu Berhenti Kerja, Ini Alasannya

Ilustrasi bisnis kecil.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Seorang penulis buku bernama Patrick J. McGinnis dalam bukunya yang berjudul '10% Entrepreneur: Living your Startup Dream Without Quitting Your Day Job' mengatakan, menjadi seorang pengusaha bukan hanya soal kekayaan dan ketenaran.

Anda memutuskan untuk menjadi entrepreneur, karena jiwa wirausaha itu memilih Anda. Bahkan, ketika tidak punya keberanian untuk memulai, Anda tetap berupaya untuk mengembangkan bisnis yang anda sukai.. 

Tetapi, dilansir dari Busines Insider, Senin 18 April 2016, McGinnis yang juga merupakan seorang pemodal ventura dan investor ekuitas swasta menyarankan, wirausaha mulai dari yang kecil yang terjangkau modal Anda. 

Dia pun tidak menyarankan Anda untuk berhenti dari pekerjaan harian, sebelum bisnis berkembang. Berikut, empat argumen yang menentang Anda harus berhenti bekerja untuk total menjadi wirausaha:

1. Gaya hidup yang buruk 

Ketika Anda meninggalkan perusahaan untuk menjadi bos perusahaan sendiri, mungkin akan ada perubahan gaya hidup yang Anda tidak inginkan. Kemudian, jam kerja Anda pun akan jauh lebih banyak tentunya, ketimbang menjadi pegawai. 

"Tentu Anda memiliki kebebasan, tetapi jam kerja yang lebih panjang akan membuat Anda stres dan akhirnya bisnis bangkrut," kata dia. 

2. Merusak keuangan Anda

Setelah menjadi wirausahawan, pasti akan mengejutkan melihat seberapa banyak tanggung jawab yang harus Anda tanggung. 

3. Perubahan status sosial

Berubahnya karir akan memengaruhi hubungan Anda dengan rekan-rekan kerja sebelumnya, masyarakat, bahkan diri Anda Sendiri. Sering kali, harga diri pun harus bisa ditekan untuk mensukseskan bisnis di masa depan.

4. Kegagalan yang menyebalkan

Ingat, lebih sering pengusaha gagal ketimbang sukses. McGinnis menyebutkan, dalam sebuah survei Harvard Business School, yang dirilis oleh Profesor Shikhar Ghosh menemukan, sekitar 75 persen dari 2.000 startups tidak memberikan imbal hasil yang dijanjikan kepada investor.

Kemudian, 30-40 persennya hanya mengembalikan sedikit, atau bahkan tidak membalikan modal sama sekali, karena merugi. 

"Temuannya, berbicara dengan kenyataan mendasar tentang kewirausahaan dan bagian dari DNA bangunan perusahaan baru," ungkapnya. (asp)