Pemerintah Pastikan Sudah Penuhi Janji ke Penemu Antikanker

Terapi Pengobatan Kanker ECCT Dr. Warsito
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir, menyampaikan bahwa janji Kemenristekdikti untuk memberi fasilitas riset bagi penemu Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker, Warsito Purwo Taruno, telah ditepati. Alat tersebut telah dikembangkan di rumah sakit pendidikan.
 
“Risetnya sudah dikembangkan di rumah sakit pendidikan di Indonesia, sudah mulai diterapkan seperti di UI, UGM, Unhas, Undip, dan Unair,” ujar Nasir kepada VIVA.co.id saat ditemui di Balai Sidang Jakarta (JCC), Jakarta, Rabu 13 April 2016.
 
Dengan riset yang dilakukan di rumah sakit pendidikan ini, kata Nasir, akan menjadi “scale up” untuk uji klinis yang selanjutnya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.

Soal riset yang didampingi Kemenristekdikti ini pun dibenarkan oleh Warsito. Pertemuan dengan beberapa perguruan tinggi, Litbangkes, serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah dilakukan sepekan lalu.
 
“Ya (riset akan dimulai). Sudah mulai mengumpulkan proposal yang akan didanai oleh Kemenristekdikti,” ujar Warsito kepada VIVA.co.id hari ini.
 
Tepatnya, pertemuan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Litbangkes, dan BPOM dilakukan pada 23 Maret 2016.

Soal Uji Klinis Alat Kesehatan

Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Linda Maura Sitanggang, menyebut bahwa Indonesia punya regulasi yang mengatur uji klinis alat kesehatan. Sayangnya, Linda tak menjelaskan detail mengenai aturan tersebut termaktub dalam undang-undang (UU) nomor berapa.
 
“Oh ada, ada regulasi. Justru dia highly regulated. Dokumen safety itu yang utama, tidak bisa ditawar,” ujar Linda kepada VIVA.co.id saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCC).
 
Sebelumnya, Warsito Purwo Taruno, penemu Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker, mengeluhkan terkait regulasi untuk pengujian klinis alat kesehatan di Tanah Air. Menurut dia, pengujian hanya diatur untuk alat kesehatan berbasis impor. Itu pun langsung dibantah oleh Kemenkes.
 
“Oh nggak (impor semua). Kami sudah membuat kira-kira 200 jenis alat kesehatan jadi bukan semuanya impor,” ucap Linda.
 
Mengenai Warsito, Linda berkomentar, evaluasi alat terapi kanker yang diciptakan Warsito masih dalam tahap evaluasi. “Janji” evaluasi oleh Kemenkes telah dilakukan sejak Januari 2016.
 
“Saat ini kan sedang dilakukan bersama-sama untuk mengevaluasi itu (alat terapi kanker Warsito). Kemudian dilakukan semacam riset untuk mengumpulkan safety evakuasi,” tutur Linda.
 
Warsito kini sudah memulai merambah pasar internasional. Dia sudah bersedia menjual lisensi tapi tidak secara eksklusif. Dalam artian, meski lisensi dijual, ia masih diberi izin untuk mengembangkan alat terapi kanker yang dibuat.
 
Mengenai alat terapi kanker, Warsito mengatakan telah melakukan pengujian sel dan sudah dicobakan pada hewan. Itu tak cukup menjadi bahan pertimbangan Kemenkes untuk percaya keampuhan alat Warsito. Hingga, Kemenkes dan Kemenristek Dikti menjanjikan untuk evaluasi hingga uji klinis. Kesepakatan uji klinis itu pun, menurut pengakuan Warsito, masih tanpa batas waktu.
 
Itu yang dipermasalahkan oleh Warsito, sebab regulasi yang tidak jelas. Warsito mengkritik sikap lamban pemerintah atas aturan penelitian alat kesehatan dan uji klinis terhadap manusia. Selama 7 tahun, aturan yang dimaksud itu belum dibuat oleh pemerintah, padahal penelitian dan riset klinis terhadap manusia bisa dianggap penting.
 
“Dan kami disalahkan karena tidak mengikuti standar aturan yang benar, sementara aturannya sudah 7 tahun tak dibuat," keluh Warsito beberapa waktu lalu.