Menkeu: Negara Berpotensi Kehilangan Pajak Rp18,9 Triliun

Ilustrasi pajak
Sumber :

VIVA.co.id - Rencana pemerintah untuk kembali meningkatkan besaran batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari yang sebelumnya Rp36 juta per tahun, menjadi Rp54 juta per tahun harus dibayar dengan harga mahal.

Berdasarkan hitung-hitungan, negara berpotensi kehilangan penerimaan negara melalui sektor pajak sebesar Rp18,9 triliun. Perhitungan ini dari beberapa pos penerimaan pajak yang berpotensi berkurang dan bertambah.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, menungkapkan, pos penerimaan pajak yang berpotensi berkurang akibat kenaikan PTKP adalah pos penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi sebesar Rp25,4 triliun, dan penerimaan dari bea keluar sebesar Rp47,8 miliar.

Sementara yang bertambah, di antaranya adalah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar Rp3,7 triliun, PPh badan sebesar Rp2,6 triliun, dan bea masuk sebesar Rp221,1 miliar.

“Potensi kehilangan pendapatan akibat dari kenaikan PTKP ini mencapai Rp18,9 triliun,” ujar Bambang dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di gedung parlemen, Jakarta, Senin 11 April 2016.

Meski begitu, Bambang meyakini kebijakan ini akan mendorong sejumlah indikator pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Seperti menekan laju inflasi sebesar 0,06 persen, meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 0,13 persen.

Kemudian mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,16 persen, dan menyerap tenaga kerja, yang dipercaya sampai dengan angka 39,9 persen. Pemerintah telah menyiapkan strategi khusus untuk mengkompensasi potensi hilangnya penerimaan.

“Kami akan kejar (potensi kehilangan penerimaan) dengan program ekstensifikasi pajak,” ucap dia.

Mantan pelaksana tugas badan kebijakan fiskal tersebut mengakui, bukan hal mudah menjalankan program tersebut. Namun, potensi para perusahaan yang selama ini belum terdaftar sebagai wajib pajak (WP) membuat pemerintah gencar dalam menggenjot target penerimaan tahun ini.

“Banyak sekali perusahaan besar yang belum terdaftar sebagai WP. Ini tidak mudah, tapi harus dilakukan,” kata Bambang. (one)