Filosofi Kursi bagi Penderita Kanker
- VIVA.co.id/Rintan Puspitasari
VIVA.co.id - Apa hubungannya kursi dengan kanker? Sebuah kursi bisa memberi banyak makna tentang tubuh seseorang, terkait dengan kanker.
"Kursi merupakan objek yang sangat umum dalam kehidupan, kursi ada di mana-mana, tanpa melihat statusnya dari mana asal atau statusnya, kursi penting bagi semua orang," kata Imis Iskandar, pemrakarsa Chairity dalam acara Chairity Indonesia 2016, Arts and Design Against Cancer di Plaza Indonesia, Rabu, 6 April 2016.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa alasan mengapa kursi menjadi perumpamaan tubuh manusia dan kanker, karena kursi seringkali diabaikan, dan hanya dilirik saat kursi tersebut rusak atau di desain secara khusus. Itu sama seperti tubuh yang memiliki bibit kanker, baik aktif ataupun tidak, baru akan tampak setelah sel kanker mulai menggerogoti, sehingga mereka baru peduli.
Saat mendengar seseorang mengidap kanker, reaksi awal adalah menyayangkan atau turut sedih. Namun begitu kanker diderita orang terdekat, yang dikasihi, baru timbul kesadaran rasa sakit dan penderitaan yang disebabkan penyakit ini.
Berawal dari pemikiran itulah, Imis memelopori kegiatan amal di Singapura pada tahun 2012, kemudian berlanjut di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2014. Lalu, pada tahun 2015, kembali diadakan di Singapura.
"Semula hanya ingin membantu orang yang kurang mampu. Ide ini menggunakan kursi sebagai wadah. Karena saya tidak bisa merancang ataupun mendesain kursi, maka saya undang seniman untuk berekspresi di atas sebuah kursi. Pada acara pertama Chairity, Presiden Singapura S.R.Nathan yang membuka acara," ujarnya.
Saat ini, Chairity hadir untuk kali pertama di Indonesia. Sekitar 53 kursi akan dilelang pada acara tersebut, yang hasilnya akan disumbangkan seutuhnya untuk Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dan Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI).
"Tujuan utamanya adalah menyebarkan kepedulian masyarakat tentang kanker. Bisa membantu penderita kanker dengan segala cara, dan agar masyarakt lebih peduli pada diri sendiri tentang kanker, dan mengubah pola hidup," ujar Adis dari Yayasan Kursi Putih.
Dari 53 kursi yang akan dilelang, tidak semuanya dibuat oleh seniman lukis, namun ada beberapa kursi yang didesain sendiri oleh tukang kayu, perupa, arsitek, desainer dan pengacara. Kursi-kursi cantik ini dianggap sebagai cara konkret untuk menunjukkan kepedulian, rasa simpati dan gotong royong di zaman yang sudah semakin banyak orang mementingkan dirinya sendiri.
"Di sinilah, tanpa melihat kamu siapa, saya siapa, kita saling membantu," ujar Tatang, seorang seniman yang menyumbangkan dua kursi karyanya.