Kisah Cinta Rumit di Balik Pembajakan EgyptAir

Pria pembajak EgyptAir dalam pengawalan polisi Siprus saat ditangkap.
Sumber :
  • REUTERS/Yiannis Kourtoglou

VIVA.co.id – Mantan istri pria yang membajak pesawat EgyptAir, Marina Paraschou, menyebut eks suaminya itu sebagai seorang pria ‘sangat berbahaya.’ Ia mengatakan, mantan suaminya itu adalah pengguna narkoba, meneror keluarganya sendiri, serta kerap memukulnya dan anak-anak mereka.

Paraschou pun menolak keras laporan sejumlah media yang mengatakan Seif Eddin Mustafa, mantan suaminya, melakukan pembajakan pesawat Airbus 320 dengan 72 penumpang dan kru gara-gara putus asa dan berusaha menunjukkan rasa cintanya karena ingin bertemu dengan dirinya dan anak-anak mereka.

Dalam sebuah wawancara dengan media setempat, Phileleftheros, seperti dikutip oleh Al Arabiya, Kamis, 31 Maret 2016, Paraschou mengatakan, adalah kebohongan bahwa Mustafa ingin berbicara dengannya dan polisi membawa dia ke bandara Larnaca Siprus agar ia bisa mengidentifikasi suara mantan suaminya tersebut.

Pihak berwenang Siprus menggambarkan Mustafa berada dalam kondisi psikologi yang labil. Saat pembebasan sandera, Selasa, 29 Maret lalu, Mustafa meminta polisi memberikan surat untuk Paraschou, di mana ia menuntut pembebasan 63 perempuan pembangkang di Mesir. Drama pembajakan enam jam tersebut berakhir damai setelah polisi menangkap Mustafa dan membebaskan seluruh penumpang dan kru.

Setelah proses persidangan pada Rabu, 31 Maret 2016, Jaksa mengatakan Mustafa berkata pada pihak berwenang, tak lama setelah penangkapannya. "Apa yang bisa dilakukan oleh seseorang ketika ia tak diizinkan menemui istri dan anaknya selama 24 tahun dan pemerintah Mesir juga tak mengizinkannya?"

Namun dalam wawancara dengan media, Paraschou menegaskan, itu semua hanya tipuan. "Pria ini tak pernah peduli pada anaknya, bahkan untuk satu menit. Saat tinggal di sini, maupun saat ia pergi,” ucap Paraschou.

Perempuan itu menegaskan, mantan suaminya hanya memberikan rasa sakit, kesengsaraan, dan teror. "Dan bahkan saat ini, ketika ia berada dalam tahanan polisi, saya dan anak saya tetap ketakutan," ujarnya.

Pada media yang lain, Paraschou mengatakan, Mustafa menggunakannya sebagai alasan untuk mendapatkan izin tinggal di Siprus.

Paraschou dan Mustafa menikah tahun 1985. Saat itu Paraschou berusia 20 tahun. Mereka bercerai lima tahun kemudian. Sejak itu, mereka hanya melakukan satu kali kontak, yaitu saat Paraschou memberitahu Mustafa, salah satu dari empat anak mereka tewas karena kecelakaan.

"Mengapa saya harus peduli? Tak ada masalah ia tewas," kata Paraschou mengutip jawaban Mustafa saat itu.

Perempuan tersebut mengatakan, selama masih berstatus suami istri, mereka tinggal di rumah orangtua Mustafa. Pria tersebut tak pernah bekerja. Dan ia akan memukuli anak mereka saat tak memiliki uang untuk membeli narkoba.

Menurut Paraschou, Mustafa adalah pembela PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) yang fanatik. Ia terlibat dalam pembunuhan tiga serdadu Israel, dan pernah dipenjara selama empat tahun di Suriah.

Menteri Dalam Negeri Mesir juga membenarkan, Mustafa memiliki catatan kriminal. Dan telah menghabiskan satu tahun masa tahanan pada bulan Maret 2015.

Mustafa, pria berusia 50 tahun itu membajak EgyptAir yang akan melakukan penerbangan ke Mesir. Ia mengancam akan meledakkan pesawat dan mengaku telah mengenakan sabuk yang penuh dengan bom. Pesawat tersebut akhirnya dilarikan ke Siprus. Dalam drama pembajakan tersebut, Mustafa mengatakan ingin bertemu dengan mantan istrinya.

Pengakuan Mustafa membuat geger. Apalagi kemudian terbukti, ia tak berbahaya dan alat peledak yang ia sebutkan ternyata palsu.