Bos PT Soegih lnterjaya Didakwa Suap Petinggi Pertamina

Gedung Pertamina Lapangan Banteng.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Direktur PT Soegih Interjaya (SI), Muhammad Syakir, didakwa telah memberikan suap berupa uang sejumlah US$190 ribu kepada Suroso Atmomartoyo, Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero).

 
Suap itu diberikan terkait penunjukan perusahaan pemasok zat aditif tetraethyl lead (TEL) untuk bahan bakar.
 
"Supaya Suroso Atmomartoyo selaku Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) menyetujui OCTEL melalui PT SI menjadi penyedia/pemasok tetraethyl lead (TEL) untuk kebutuhan kilang-kilang milik PT Pertamina (Persero) periode bulan Desember 2004 dan tahun 2005," kata Jaksa lrine Putrie, saat membacakan surat dakwaan Syakir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 28 Maret 2016.
 
Jaksa menyebut suap tersebut diberikan oleh Syakir bersama-sama dengan Willy Sebastian Liem, Sales and Marketing Director of The Associated Octel Company Limited (OCTEL), David P Turner, Chief Executif Officer (CEO) of OCTEL, Paul Jennings, Chief Executif Officer (CEO) of OCTEL, Dennis J Kerissonn serta Regional Sales Director for The Asia Pasific Region of OCTEL, Miltos Papachristos.
 
Jaksa menuturkan, OCTEL, yang kemudian pada tahun 2006 berganti nama menjadi Innospec Limited, merupakan produsen TEL yang memasok ke berbagai negara termasuk Indonesia. 
 
Pada tahun 1982, PT SI ditunjuk oleh OCTEL menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia.
 
Jaksa menyebut bahwa pada 2003, OCTEL dan Pertamina membuat kerjasama dalam bentuk nota kesepahaman tertanggal 2 Mei 2013, yang menyepakati pembelian TEL dilakukan dalam periode 2003 sampai dengan maksimal September 2004 dengan harga US$9,97 per metrik ton.
 
Pada saat bersamaan, pemerintah mencanangkan proyek Langit Biru, yang salah satu programnya adalah penghapusan TEL dalam bensin dan solar di dalam negeri per 31 Desember 2004.
 
Mengetahui hal tersebut, Willy menyuruh Syakir untuk menyampaikan mengenai proyek tersebut serta strateginya untuk memperlambat proses penandatanganan Surat Keputusan Bersama terkait proyek tersebut kepada Miltos pada Mei 2003.
 
"Serta mencari cara untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia, dengan mengusahakan penggunaan Plutocen sebagai oktan alternatif yang diikuti permintaan imbalan sejumlah uang untuk para pejabat Pertamina, dengan alasan perusahaan lain pemasok plutocen kepada Pertamina melakukan pemberian imbalan yang sama," tutur Jaksa.
 
Milton yang mendengar hal tersebut menyetujuinya dan mengatakan bahwa pihak OCTEL akan memberikan uang atau dana yang disebut dengan 'Indonesian Fund' yang dibiayai dari bisnis TEL.
 
Selanjutnya, untuk mempertahankan OCTEL sebagai pemasok tunggal TEL guna kebutuhan kilang-kilang di Pertamina, pada 2004, Willy bersama Syakir melakukan negosiasi harga dengan Pertamina yang diwakili oleh Suroso Atmomartoyo, Djohan Sumarjanto serta Satya Nugraha.
 
Negosiasi dilakukan terkait akan berakhirnya Mou antara OCTEL dengan Pertamina.
Pada pertemuan itu, Syakir menyampaikan kepada Suroso terkait pengiriman TEL oleh OCTEL kepada Pertamina melalui PT SI sejumlah 450 MT seharga US$11 ribu per metrik ton. 
 
"Suroso menyetujuinya dengan syarat terdakwa memberikan fee sebesar US$500 per metrik ton," kata Jaksa.
 
Hasil pertemuan itu kemudian disampaikan Syakir kepada David Turner, dan David menyatakan kesediaannya memberikan fee kepada Suroso sebesar US$500 per metrik ton, untuk pesanan yang diterima sebelum akhir tahun 2004 dengan harga US$11 ribu per metrik ton.
 
Untuk menindaklanjuti kesepakatan pemakaian TEL di Indonesia yang memungkinkan untuk diperpanjang dan kesepakatan mengenai fee yang akan diberikan, Suroso Atmomartoyo membuat memorandum nomor 216/E00000/2004-S7 tanggal 17 Desember 2004.
 
Suroso dalam MoU menyampaikan kebutuhan TEL 455,20 MT, dan mengupayakan harganya sama dengan harga pada surat pesanan purchase order pembelian TEL terakhir yaitu sebesar US$9,975 per metrik ton.
 
Atas memorandum tersebut, Direksi PT Pertamina kemudian menyetujui proses pengadaan TEL keperluan kilang PT Pertamina kepada PT SI dengan menerbitkan memorandum nomor R-1058/C00000/2004-SO tanggal 17 Desember 2004.
 
Pada 22 Desember 2004, Suroso Atmomartoyo menyetujui OCTEL menjadi penyedia/pemasok TEL untuk periode bulan Desember 2004 dengan harga sebesar US$10,750 metrik ton padahal harga sebelumnya US$9,975 per metrik ton. Pembelian TEL oleh Pertamina dari OCTEL berlanjut pada tahun 2005.
 
Setelah Pertamina membeli TEL kepada OCTEL, Willy Lim membukakan rekening atas nama Suroso Atmomartoyo di United Overseas Bank (Bank UOB) Singapura dengan nomor rekening 352-900-970-3 dengan melampirkan identitas berupa paspor milik Suroso.
 
"Selanjutnya Willy mengirim uang fee hasil penjualan TEL oleh PT SI ke rekening milik Suroso Atmomartoyo pada Bank UOB Singapura tersebut sejumlah US$190 ribu," ungkap Jaksa.
 
Tidak hanya itu, menurut Jaksa, biaya perjalanan Suroso ke London dibayarkan oleh Willy, fasilitas menginap Suroso di Hotel May Fair Radisson Edwardian pada 23-26 April 2005 sejumlah £749,66 serta fasilitas menginap di Hotel Manchester UK pada 27 April 2005 sebesar £149,50  dibayarkan oleh David.
 
Menurut Jaksa, perbuatan Syakir merupakan tindak pidana sebagamana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.