11 Desa Wisata, Andalan Baru Bali 2016

Sejumlah wisatawan asing melihat pemandangan rumah tradisional di Desa Penglipuran, Bangli, Bali.
Sumber :
  • ANTARA/Nyoman Budhiana

VIVA.co.id - Keindahan Bali bisa memukau siapa saja. Bahkan ada yang mengatakan, Bali adalah salah satu bagian dari surga dunia, dan tak pernah ada matinya.

Setelah sukses dengan membangun 53 desa wisata tahun 2015, Dinas Pariwisata Bali kembali mempersiapkan 11 desa di tahun 2016. Bali menciptakan atraksi-atraksi baru dengan menonjolkan adat, tradisi dan budaya khasnya, di desa wisata itu.

”Agar tidak membosankan, pariwisata Bali harus menemukan inovasi baru. Desa wisata inilah jawabannya,” kata Kepala Dinas Pariwisata Bali (Kadispar) AA Gede Yuniartha Putra.

Menurut Agung, sapaan akrab Gede Yuniartha Putra, Bali masih banyak yang bisa dieksplorasi sebagai ikon destinasi Indonesia. Oleh karena itu, tidak boleh hanya terpusat di Bali Selatan dan Tenggara saja yang maju dan kaya dengan sentuhan amenitas dan atraksi. Pekerjaan rumah saat ini adalah pengembangan Bali agar menyebar merata di Pulau Dewata.

”Menurut survei, semua yang pernah ke Bali itu sudah lebih dari satu kali. Bagaimana agar tidak bosan? Maka harus ada destinasi baru di lain desa dengan karakter yang berbeda. Desa yang sudah masuk data kami di tahun 2016 ini adalah Desa Antiga dan Desa Munti Gunung. Sisanya, sedang menunggu laporan dari kabupaten dan kota, karena sedang disiapkan teknis pengembangan di sana,” ujar Agung.

Dia juga mengatakan, program desa wisata itu yang terpenting adalah penyebaran objek wisatawan sehingga lebih luas. Terutama wisatawan, jangan hanya berpusat di Bali Selatan yang makin lama makin terasa sempit saja. ”Target 2018, 100 desa sudah mengalami peningkatan dalam menyambut wisatawan,” ujarnya.

Kadispar juga tidak ingin antardaerah di Bali terjadi gap, antara yang sering dikunjungi wisatawan dengan yang tidak. Ekonomi masyarakat juga harus bergerak, beriringan. 

”Otomatis jika menyebar, juga akan menyebarkan rezeki dan perekonomian warga. Kami punya semua, kami punya tebing, kami punya laut, kami punya sungai, kami punya pegunungan, kami punya hiburan, dan kami punya kebudayaan yang sangat tinggi,” ujarnya bangga.

Yang menarik, imbuh Gede, adalah perbedaan-perbedaan budaya yang dimiliki di setiap desa. ”Ciri khasnya berbeda, kebudayaan berbeda, dan itu keunggulannya. Kita explore dengan baik, itu akan kami perlihatkan ke wisatawan, agar menjadi daya tarik dan bisa membuat mereka punya pilihan jika ke Bali,” katanya.

Menpar Arief Yahya menjelaskan, ada sembilan portofolio produk pariwisata, yang terbagi ke dalam tiga segmen. Cultural atau budaya 60 persen, nature atau alam 35 persen, dan manmade atau buatan manusia lima persen. Bali, sarat dengan nuansa budaya, dan itu yang menjadi daya tarik 60 persen wisman masuk ke Indonesia.

“Dari culture yang 60 persen itu, 20 persen wisata warisan budaya dan sejarah. Lalu 45 persen wisata kuliner, dan sisanya 35 persen wisata kota atau desa,” ucap Arief Yahya.

Karena itu, sudah tepat jika Pemprov Bali mengembangkan desa-desa wisata. Sebab, itulah 35 persen dari 60 persen wisman yang datang ke Indonesia.

“Dan kita harus outworld looking. Harus melihat apa yang terjadi di negara kompetitor lain, yang juga mengembangkan pariwisata. Dua Pantai Kuta dan Sanur, jika di-benchmark dengan satu saja Pantai Pattaya Thailand, juga masih imbang. Sanur-Kuta itu 4,1 juta, sedang Pattaya 4 juta. Thailand masih punya Phuket, Krabi, Koh Phi Phi, Railay dan lainnya, yang terus dibenahi dan dipromosikan tersendiri,” kata Menpar.

Selain itu, Bali akan semakin strategis buat wisman asal Australia dan Selandia Baru. Per 2 Maret 2016, sudah ada deregulasi pemerintah, dengan memberi bebas visa kunjungan buat kedua negara tersebut.

“Karena itu, wisman Australia dan Selandia Baru akan lebih banyak terbang ke Bali. Peluang ini harus ditangkap dengan optimal,” katanya.