Blok Masela Tak Sekadar Pengalihan Isu
- Antara/ Dhoni Setiawan
VIVA.co.id – Kegaduhan dan perdebatan sengit antar menteri di kabinet mengenai skema pembangunan Blok Masela membuat sejumlah kalangan berspekulasi hal itu semata pengalihan isu.
Apalagi, anggota DPD RI asal Maluku Nonu Sampono mengaku dirinya curiga kegaduhan Blok Masela hanya pengalihan isu dari polemik penguasaan migas di daerah Maluku Utara oleh perusahaan Prancis Eramed dan Mitsubishi.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha menilai, kecurigaan senator asal Maluku itu berlebihan. Menurutnya, tidak ada cadangan minyak terbukti di kawasan Maluku Utara.
"Nggaklah, saya pikir kita objektif aja. Masela ini kan proyek yang sudah mendapatkan persetujuan dari jumlah cadangan terbuktinya. Dan di dunia migas (terkait cadangan migas terbukti) itu, biasanya tidak ada permainan yang aneh-aneh," ujarnya, Jumat 18 Maret 2016.
Satya menjelaskan bahwa untuk memastikan adanya cadangan migas terbukti, pihak investor harus melakukan sejumlah tahap riset. Riset yang dilakukan, kata dia, tidak secara parsial dengan proses penelitian yang cukup cermat.
"Jadi untuk sampai menjadi penemuan cadangan terbukti itu harus melalui screaning yang cukup panjang. Sampai keluar yang namanya P1 atau istilahnya proven refirst," ujarnya.
Lebih lanjut Satya menjelaskan bahwa penetapan P1 itu yang menjadi pedoman untuk selanjutnya dilakukan proses pembiayaan untuk eksplorasi dan eksploitasi.
Karena itu, Setya mengaku tidak percaya bahwa ada sumber migas yang lebih besar di Maluku Utara. Ia memastikan bahwa kegaduhan Blok Masela bukan pengalihan isu sebagaimana yang disampaikan senator asal Maluku Nono Sampono.
"Kalau sudah menjadi P1, maka baru bisa dimulai melakukan penjajakan pendanaan baik mulai dengan landers atau kapital dalam industri itu sendiri. Jadi saya. Tidak melihat disini ada yang aneh-aneh atau apa. Ini sudah merupakan proyek yang sudah lama. Justru yang kita sesalkan pola pengambilan keputusan pemerintah yang sangat terlambat. Dan tidak adanya kekompakan dalam pemerintah," katanya. (rin)