Produk Anak Bangsa Ini Dilirik Eropa
- VIVA.co.id/Romys Binekasri
VIVA.co.id - Meski tidak dilirik di dalam negeri, bisnis kreatif agrikultur yang dibangun oleh pengusaha muda asal Bandung, ternyata mulai dilirik oleh asing, mulai dari negara tetangga hingga negara Eropa. Growbox kini menjadi tren cara baru bercocok tanam jamur tanpa harus menggunakan lahan.
Sayangnya, bisnis budidaya jamur yang dirintis sejak 2012 lalu ini kesulitan untuk ekspor, lantaran kekurangan dana untuk memenuhi permintaan luar negeri. Padahal, produk ini sangat diminati dan kini telah mencapai penjualan hingga dua ribu produk per bulannya. Kurangnya dukungan dari pemerintah untuk dapat masuk ke pasar internasional turut menghambat bisnis ini berkembang pesat.
"Ada permintaan jadi reseller dari Norwegia, Jerman, Inggris, Singapura, Hongkong, Malaysia, Brunei Darussalam. Tapi apa daya, kita belum punya channel (jaringan) untuk masuk ke sana," kata Co-Founder Growbox, Ronaldiaz Hartantyo di Plaza Senayan, Jakarta, Rabu 16 Maret 2016.
Pria yang akrab disapa Aldi itu mengaku belum ada tawaran bantuan dari pemerintah untuk memasarkan produk yang lahir dari anak bangsa tersebut. Padahal, kini telah ada Badan Ekonomi Kreatif sekelas kementerian yang mengurusi usaha-usaha yang lahir dari kreativitas.
"Ya, mungkin memang, karena kami juga belum masuk mengajukan ke sana. Mungkin, kalau ada channel untuk minta dukungan dari pemerintah kami mau," tuturnya.
Growbox adalah bisnis budidaya jamur menggunakan media tanam serbuk kayu hasil limbah industri agrikultur. Aldi mengaku pernah mencoba untuk memperkenalkan produknya tersebut ke sekolah-sekolah dasar. Beberapa sekolah dasar yang disambanginya pun memberikan sinyal positif.
"Namun, sayangnya mereka tidak punya dana untuk membeli produk yang dibanderol seharga Rp75 ribu untuk boks besar dan Rp40 ribu ukuran boks kecil," ucapnya.
Growbox sudah memperoleh keuntungan hingga Rp150 juta per bulan dari hasil produksi 2.000 growbox per bulan. (asp)