Garap Rumah Murah, Pengembang Daerah Harus Lebih Proaktif

Ilustrasi pembangunan rumah.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Pengembang di daerah diharapkan menjadi pengungkit bagi program Pembangunan Sejuta Rumah (PSR) yang sudah berjalan hampir satu tahun.

Salah satunya dengan mengubah cara kerja dari yang selama ini lebih banyak menunggu, menjadi lebih proaktif dan inovatif mengatasi berbagai hambatan di lapangan.

Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Banten, Soelaeman Soemawinata, menegaskan hal itu, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa 8 Maret 2016, saat ia diundang sebagai salah satu pembicara dalam diskusi bertajuk “Peran Investasi Properti dalam Perekonomian Jambi” yang diadakan DPD REI Jambi, Bank Jambi, dan Pemprov Jambi.

Dalam pemaparan di hadapan pelaku usaha properti dan jajaran pemerintah daerah setempat, Soelaeman mengingatkan, betapa sulitnya mendorong program PSR tanpa ada dukungan penuh semua instansi pemerintah.

Apalagi, kata dia, pengembang sebenarnya hanya sukarelawan yang menyatakan kesediaan ikut menanggung beban pemerintah dalam penyediaan rumah rakyat.

“Karena pengembang swasta itu sudah mau menanggung sebagian besar beban pemerintah di sektor perumahan, maka tolong agar dibantu. Jangan justru sebaliknya dipersulit,” kata Soelaeman.

Pengusaha properti yang juga menjabat Ketua Ikatan Alumni Planologi Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut mengakui, di era otonomi daerah saat ini, sangat terasa sekali adanya egoisme daerah yang justru menghambat program nasional termasuk PSR. Karena itu, pengembang di daerah, terutama yang tergabung dalam asosiasi REI harus mengubah cara kerja dari hanya menunggu menjadi proaktif.

Menurut Soelaeman, REI di daerah harus lebih rajin melakukan pendekatan, termasuk berusaha meyakinkan kepala daerah mengenai pentingnya merumahkan rakyat.

Dia merujuk pengalaman REI Banten yang aktif melakukan pendekatan dengan para kepala daerah di daerah tersebut, termasuk Gubernur Banten Rano Karno yang mendukung penuh program rumah rakyat di daerah tersebut.

“Yang harus diubah adalah cara kerja kita, dari pasif menjadi aktif. Rantai birokrasi memang tidak bisa dilewati, namun pasti bisa dipercepat kalau semua pihak sudah punya visi dan tujuan yang sama untuk menyejahterakan rakyat," ungkap Soelaeman yang kini juga menjabat Wakil Ketua Umum DPP Ikatan Ahli Perencana itu.

REI Jambi tahun ini menargetkan dapat membangun sebanyak 5.000 unit rumah sederhana sehat. Target itu, akan mudah sekali tercapai kalau para pengembang di daerah itu mau meninggalkan pola lama dan berani melakukan terobosan-terobosan pasar yang jitu.

“Kami di Banten, misalnya, selain berhasil mendapatkan backup dari pemerintah daerah, juga proaktif mencari pasar seperti mendatangi satu per satu instansi pemerintah dan industri yang ada di Banten, untuk menawarkan rumah subsidi. Itu ide-ide yang perlu dilakukan untuk mempercepat program PSR ini," ujar Soelaeman.

Solusi pembiayaan

Ketua DPD REI Jambi, Mohammad Miftah mengaku selain perizinan, hambatan penting lainnya yang masih dihadapi mayoritas pengembang di daerah tersebut adalah keterbatasan infrastruktur pembiayaan untuk mendanai pengadaan lahan, pengerjaan konstruksi proyek hingga tahap realisasi kredit kepemilikan rumah (KPR).

“Pengembang kami di sini, itu modalnya tidak besar, sehingga sangat perlu dukungan perbankan," kata Miftah.

Dukungan pembiayaan yang paling diharapkan adalah kredit modal kerja seperti Kredit Yasa Griya (KYG) dan Kredit Pembelian Lahan (KPL). Selama ini, proses untuk mendapatkan kedua kredit modal kerja tersebut di Jambi, sangat susah dan butuh waktu panjang. Apalagi, saat ini, baru Bank Tabungan Negara (BTN) yang menyiapkan fasilitas kredit tersebut. 

Untuk mendapatkan KYG dan KPL, rata-rata pengembang secara fisik harus sudah menguasai lahan dan mengantongi berbagai perizinan terlebih dahulu, baru dapat mengajukan kredit. Dengan kata lain, pengembang harus punya modal sendiri dahulu untuk mendapatkan KYG dan KPL.

Selain itu, REI Jambi juga meminta supaya porsi KPL dapat ditingkatkan dari saat ini hanya sekitar 50 persen dari total kebutuhan biaya pembelian lahan menjadi minimal 70 persen, sehingga  pengembang bisa investasi cadangan lahan lebih besar untuk meningkatkan pasokan rumah rakyat.

Sementara itu, Kepala Kanwil III Bank BTN Joni Prasetyanto dalam pertemuan itu menyatakan komitmen BTN untuk mempercepat proses pencairan KYG dan KPL, tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian perbankan.

Dia meminta, BTN Cabang Jambi dan pengembang anggota REI di daerah itu untuk terus membangun komunikasi yang baik.

“Kami siap mendukung kebutuhan modal kerja pengembang di Jambi, sehingga realisasi KPR FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) di daerah ini dapat terus meningkat pada masa mendatang," ujar Joni. (ase)