Mitos Gerhana Matahari Total di Mata Ilmuwan Muda

Ilmuwan muda, Hanif Faalih Wienico Kusuma
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mitra Angelia

VIVA.co.id – Dua hari lagi, fenomena alam langka Gerhana Matahari Total (GMT) akan tiba. Fenomena kali ini disebut mirip dengan fenomena serupa pada 1983. GMT pada 2016 disebut langka sebab diprediksi akan terulang pada jalur lintasan yang sama pada 350 tahun kemudian.
 
Antara dua GMT 2016 dan 1983 memang berbeda, selain lintasan gerhana, juga pengetahuan atas fenomena alam tersebut. Pada GMT 1983, memang pengetahuan belum berkembang dan minim. sehingga wajar saat itu ada larangan GMT dari pemerintah. Larangan itu beralasan adanya keyakinan dengan menatap GMT maka akan menyebabkan kebutaan.
 
Namun, sering berkembangnya ilmu pengetahuan, anggapan lama itu pun ditepis oleh kalangan ilmuwan, termasuk ilmuwan muda, Hanif Faalih Wienico Kusuma dari jurusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
 
“Sebenarnya kalau langsung ke hal buta, itu terlalu ekstrem,” ucap Hanif, pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) 2014 yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI).
 
Menurutnya, saat yang berbahaya itu adalah ketika Bulan mulai beralih meninggalkan matahari setelah totalitas. Pada momen tersebut, cahaya Matahari mulai terkuak hingga kembali terang sepenuhnya.

“Gelombang radiasinya itu besar di situ. Jadi harus pakai kacamata khusus,” ucap Hanif.
 
Maka dari itu, Hanif berharap, agar fenomena langka tersebut dimanfaatkan oleh berbagai kalangan. Momen tersebut bisa menjadi pelajaran berarti bagi masyarakat yang sebelumnya percaya mitos yang beredar.
 
“Masyarakat itu perlu pengetahuan lebih. Misalnya, ‘kamu tuh enggak boleh ngeliat Gerhana Matahari Total secara langsung’, mereka (ilmuwan) berpendapat, ‘loh Matahari pas gerhana enggak merusak mata’” tutur Hanif.

Tercatat, ada 12 provinsi di Indonesia yang dapat menyaksikan seluruh fenomena langka ini. Wilayah tersebut yaitu, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
 
Tujuh kota yang dilewati GMT adalah Bengkulu, Palembang, Samarinda, Palu, Tanjung Pandan, Pangkalan Bun, dan Ternate.
 
Selain itu, sejumlah daerah lain di Indonesia juga bisa menyaksikan Gerhana Matahari Sebagian (GMS), antara lain Padang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Pontianak, Denpasar, Banjarmasin, Makassar, Kupang, Manado, dan Ambon.