Menristek: Manfaatkan Momen Gerhana Matahari Total

Pelajar SMP Islam Al Azhar 13 Surabaya belajar mengamati gerhana matahari total lewat teleskop, Senin (7/3/2016)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Tudji Martudji

VIVA.co.id – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir punya kenangan tersendiri mengenai fenomena alam Gerhana Matahari Total (GMT). Menurutnya GMT bukanlah suatu hal yang perlu ditakuti.
 
Ia mengaku menyaksikan fenomena GMT pada 1983. Berangkat dari apa yang ia alami, ia mengatakan saat ini sudah banyak edukasi bahwa menatap matahari langsung saat GMT tidak dibolehkan, karena akan menyebabkan kebutaan.
 
“Pengalaman saya, saya melihat dalam baskom berisi air, waktu itu,” ujar Nasir di Hotel Millenium, Jakarta, Senin 7 Maret 2016.
 
Nasir menjelaskan, GMT hanyalah sebuah fenomena alamiah yang tidak perlu ditakuti. Sebaliknya, kini dengan pengetahuan yang semakin maju, fenomena tersebut diincar para ilmuwan yang berbondong-bondong ke Indonesia.
 
“Kalau saya rasa (tujuan) para peneliti, saya ajak diskusi hanya (fenomena) alamiah. Kita harapkan wisata harus naik, dengan gerhana matahari ini,” tutur Nasir.
 
Mengingat peristiwa GMT ini tergolong langka dan menyedot perhatian ilmuwan dan turis mancanegara, Nasir mengiimbau kepada masyarakat Indonesia untuk tidak ketinggalan. Khususnya kalangan pemuda.
 
“Pada pemuda yang lahir setelah 1983, manfaatkan betul (GMT). Karena apa, Anda akan menemui dua kali maksimum dalam hidup,” ucapnya.

Menurut data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dikutip sepanjang abad 20, yaitu 1900-1999, telah terjadi 224 gerhana bulan dan 224 gerhana matahari. Dari total gerhana tersebut, sebagian bisa dilihat dari wilayah Indonesia. Salah satu yang langka, yaitu GMT pada 1983.

Menariknya, Lapan menuliskan ada satu GMT yang mirip dengan GMT 2016 nanti. Disebutkan GMT, pada 18 Maret 1988, bakal mirip dengan GMT pada Maret 2016 nanti. Sebab, GMT 1988 melewati wilayah Sumatera sampai Bangka Belitung, sedangkan GMT 2016 ini bakal juga melewati wilayah tersebut.
 
Tercatat, ada 12 provinsi di Indonesia yang dapat menyaksikan seluruh fenomena langka ini. Wilayah tersebut yaitu, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
 
Tujuh kota yang dilewati GMT adalah Bengkulu, Palembang, Samarinda, Palu, Tanjung Pandan, Pangkalan Bun, dan Ternate.
 
Selain itu, sejumlah daerah lain di Indonesia juga bisa menyaksikan Gerhana Matahari Sebagian (GMS), antara lain Padang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Pontianak, Denpasar, Banjarmasin, Makassar, Kupang, Manado, dan Ambon