Warsito Jalani Tugas Khusus dari Menristekdikti
- VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id – Penemu Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker, Warsito Purwo Taruno, segera difasilitasi oleh pemerintah untuk mengembangkan inovasinya. Hal itu disampaikan oleh Menteri Riset Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir.
Ditemui usai menghadiri acara Rapat Kerja Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2016, Nasir mengatakan, saat ini sedang dilakukan pendampingan terhadap Warsito untuk mengimplementasikan teknologi antikanker tersebut.
"Kami akan melakukan pendampingan. Pak Warsito saya tugasi untuk membuat alat untuk rumah sakit pendidikan," ujar Nasir di pelataran Gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu 2 Maret 2016.
Ketika ditanyakan, kapan mulai diterapkan buah teknologi inovasi terapi kanker buatan Warsito tersebut, Nasir menegaskan saat ini proses ECCT sudah berlangsung.
"Ini sudah mulai, didampingi dirjen Inovasi (Kementerian Ristek Dikti), sudah melakukannya," ucap Nasir.
Mantan dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang itu mengemukakan, pendampingan penerapan teknologi ECCT Warsito itu merupakan bentuk fasilitas pemerintah.
"Iya (fasilitasi). Pak Warsito yang mengembangkan teknologinya. Nanti teknologinya diterapkan di rumah sakit, yang terus dipantau sesuai dengan protokol kesehatan," tutur dia.
Diberitakan sebelumnya, Mohamad Nasir pernah mendengarkan Warsito yang menceritakan Singapura ingin teknologinya dilabeli made in Singapura. Tapi, menurut Nasir, label harus tetap buatan Indonesia. Sebab, di Indonesia ada pengakuan teknologi ECCT dan Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) temuan Warsito dan hak cipta ada di tangannya.
Dalam kontrak tersebut, Warsito menceritakan, Singapura menawarkan iming-iming agar teknologinya diproduksi dan label Singapura. Namun, ia tegas menolaknya.
"Kami tidak ada kontrak penjualan lisensi. Riset, pengembangan, dan produksi kami masih berusaha untuk bisa dilakukan di dalam negeri. Riset di Indonesia jalan terus," kata dia kepada VIVA.co.id, Minggu 28 Februari 2016.
Meski mengharapkan riset dibangun di dalam negeri, tapi pria asal Karanganyar, Jawa Tengah itu masih sangsi dengan jaminan keberlangsungan riset di Indonesia.
Absennya jaminan itu, kata dia, bisa dilihat tidak ada produk hukum yang melindungi risetnya. Warsito mencontohkan, belum adanya peraturan pemerintah turunan penelitian alat kesehatan dari UU Kesehatan yang dikeluarkan 2009.
Sementara itu, permenkes untuk uji klinis alat kesehatan dan aturan khusus dari riset agar masuk pasar berkembang juga belum ada.