Menghadirkan Kembali GBHN Diperlukan Langkah Konstitusional
VIVA.co.id – Untuk menghadirkan kembali haluan negara (Garis-Garis Besar Haluan Negara/GBHN) diperlukan langkah konstitusional melalui jalan perubahan atas UUD NRI Tahun 1945 secara terbatas. Perubahan terbatas dilakukan terhadap pasal yang mengatur tentang wewenang MPR khususnya Pasal 3.
"Perubahan terbatas akan mengatur MPR diberi kewenangan konstitusional untuk membentuk dan menetapkan GBHN sebagai dokumen haluan negara. Perubahan terbatas sesuai ketentuan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945," kata Ahmad Basarah, Ketua Badan Sosialisasi MPR RI, dalam diskusi yang diselenggarakan MPR bersama wartawan parlemen di ruang presentasi Perpustakaan MPR, Senin 29 Februari 2016. Turut berbicara dalam diskusi ini Irgan Chairul Mahfiz (Ketua Fraksi PPP MPR RI) dan Sekjen MPR Ma'ruf Cahyono.
Menurut Basarah, seluruh fraksi dan kelompok DPD di MPR telah bersepakat memprioritaskan persiapan perubahan terbatas terhadap UUD NRI Tahun 1945. Persiapan itu dilakukan dengan menugaskan Badan Pengkajian MPR dan Lembaga Pengkajian MPR untuk mengkaji dan mempersiapkan bahan-bahan terkait perubahan terbatas UUD NRI Tahun 1945.
"Diharapkan dalam waktu tidak terlalu lama perubahan terbatas UUD NRI Tahun 1945 dapat diwujudkan dan haluan negara (GBHN) dapat hadir kembali. Hal tersebut sesuai dengan hasil kesepakatan Rapat Gabungan Pimpinan dengan Pimpinan Fraksi dan kelompok DPD RI pada tanggal 24 Pebruari 2016 lalu," jelas Ahmad Basarah yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI.
Basarah menambahkan, untuk mengantisipasi jika perubahan terbatas UUD NRI Tahun 1945 akan diusulkan pada tahun 2016 atau 2017 yang akan datang, Rapat Pleno Badan Penganggaran MPR dengan Pimpinan Badan Sosialisasi dan Badan Pengkajian MPR RI telah sepakat mengalokasikan anggaran MPR untuk agenda amandemen terbatas UUD NRI Tahun 1945.
Sementara itu irgan Chairul Mahfiz sepakat dengan perlunya haluan negara dalam pembangunan. Namun dia mengungkapkan perlu kehati-hatian karena terkait dengan amandemen UUD. "Dikhawatirkan ada penumpang gelap. Ada kelompok-kelompok yang ingin mendesakkan keinginannya," katanya.
Irgan khawatir jika amandemen terbatas itu dilakukan akan dimanfaatkan kelompok tetrentu. "Jangan sampai ada hidden agenda dalam amandemen UUD ini. Sebab ada yang menunggu kapan MPR melakukan amandemen UUD, bukan hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri," katanya.
Sementara itu Sekjen MPR Ma'ruf Cahyono mengungkapkan akan mendukung semaksimal mungkin dan memfasilitasi baik sumber daya manusia, prasarana, dan anggaran untuk melaksanakan tahapan-tahapan mewujudkan GBHN itu. "Sekretariat jenderal MPR akan mendukung karena memang sudah menjadi fungsi dan tugasnya memfasilitasi kerja-kerja pimpinan dan badan di MPR," katanya. (rin)