Anggota G-20 Sepakat Perketat Jalur Pembiayaan Teroris

Pertemuan G20 di China. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • Dokumentasi Kementerian Keuangan.
VIVA.co.id - Indonesia menegaskan komitmen negara-negara anggota G-20 mempersiapkan diri untuk mengimplementasikan kerja sama internasional di bidang perpajakan. Hal ini diutarakan oleh Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20.

Dalam pertemuan tersebut, Bambang menyoroti tantangan yang akan dihadapi, khususnya terkait sinergi inisiatif base erosion and profit shifting (BEPS) dan rencana pertukaran informasi secara otomatis di bidang perpajakan atau automatic exchange of information (EOI).

"Batas waktu implementasi AEOI yang disepakati, yaitu tahun 2017," kata Bambang di Tiongkok, dikutip dari keterangan tertulisnya pada Minggu 28 Februari 2016.

Dia mengharapkan tahun 2018, kesepakatan kerja sama ini telah terlaksana secara penuh dan diikuti oleh semua negara yang tergabung dalam G-20. Bambang juga menginginkan tak ada satu pun negara yang meminta pengecualian dari pelaksanaan AEOI itu untuk menghindari pertukaran informasi di bidang perpajakan antar negara.

Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan ini juga mengatakan, kerjasama ini bertujuan agar kegiatan bisnis antar negara lebih transparan. Sebab, ada dugaan transparansi keuangan dihindari dalam transaksi bisnis dengan tujuan menyembunyikan pemilik modal yang sebenarnya (Ultimate beneficial owners).

"Indonesia juga memandang penting agar seluruh negara di dunia tidak melakukan perlombaan untuk menurunkan tarif pajak serendah-rendahnya secara tidak sehat dan melupakan pentingnya strategi peningkatan penerimaan negara," kata dia.

Sekadar informasi, pertemuan yang dilakukan di Shanghai, Tiongkok, membahas perkembangan terakhir ekonomi global, kerja sama perpajakan, investasi di sektor infrastruktur, reformasi regulasi keuangan global, arsitektur keuangan internasional serta isu pembiayaan terorisme dan perubahan iklim. Delegasi Republik Indonesia dipimpin Bambang dan Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo.

Dalam konferensi itu, para delegasi G-20 berpandangan bahwa perkembangan perekonomian global masih mengkhawatirkan. Hal ini diperparah dengan terus berlanjutnya penurunan harga komoditas strategis seperti harga minyak bumi yang turun pada level terendah.  Kondisi ini telah mempengaruhi prospek pertumbuhan di banyak negara, baik negara maju dan negara berkembang.

Mendasari hal tersebut, Presidensi G20 Tiongkok mengeluarkan usulan untuk kerja sama yang lebih erat dalam koordinasi dan komunikasi kebijakan di masing-masing negara sebagai upaya meningkatkan prospek pertumbuhan jangka panjang sebagaimana tujuan kerja sama G20 itu sendiri.

Para menteri G20 juga sepakat melanjutkan dan meningkatkan agenda investasi infrastruktur yang lebih fokus kepada aspek kualitas dan kuantitas. Mereka meminta dilakukan langkah lebih lanjut terkait optimalisasi neraca keuangan Multi Development Banks (MDBs). G-20 juga melihat pentingnya optimalisasi tersebut dilakukan melalui joint actions untuk mendapatkan proyek berkualitas tinggi, dalam rangka memberikan daya tarik bagi keterlibatan pembiayaan investasi jangka panjang.

Dalam pembahasan isu ini, Indonesia menyampaikan pandangan mengenai pentingya G20 terus mendukung agenda investasi infrastruktur sebagai prioritas utama G20, khususnya upaya untuk membangun kerja sama yang lebih erat melalui sebuah aliansi konektivitas infrastruktur global (global infrastructure connectivity alliance initiative). 

Indonesia juga mengusulkan agar G20 dapat terus membantu kesiapan negara-negara berkembang dalam meningkatkan kapasitasnya dalam mempersiapkan bankable projects.

Perketat jalur pembiayaan terorisme

Selain itu, pertemuan ini juga membahas kerja sama memerangi pembiayaan terorisme. G-20 pun sepakat untuk memperkuat koordinasi dengan pertukaran informasi dan penyusunan indikator untuk menekan pembiayaan terorisme. 

"Indonesia sendiri telah menjadi target kegiatan terorisme," kata Bambang.

Selain itu, dibahas pula sejumlah agenda lain, termasuk perkembangan reformasi regulasi keuangan global dan pembiayaan perubahan iklim. Usai pertemuan tingkat tinggi ini, para menteri negara G-20 mengeluarkan komunike menteri dan sepakat untuk bertemu kembali pada bulan April 2016 dalam kesempatan pertemuan musim semi Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington, DC Amerika Serikat.