Kemenkes Tegaskan Dukung Penelitian Warsito
VIVA.co.id – Kementerian Kesehatan menegaskan terus mendukung penelitian Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker yang dilakukan Warsito Purwo Taruno. Bentuk dukungan itu berupa pembentukan konsorsium dengan melibatkan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk memfasilitasi penelitian ECCT tersebut.
"Konsorsium sudah memfasilitasi penelitian ECCT untuk terapi kanker sejak Januari 2016 dan Kemenkes mendorong lebih cepat dibandingkan penelitian pada umumnya," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi dalam keterangan tertulisnya dikutip dari laman Kemenkes.
Pada awal Februari 2016, Tim Review dari Kemenkes, Kemendiktiristek, LIPI dan KNKP menyampaikan ECCT belum dapat disimpulkan keamanan dan kemanfaatannya dalam terapi kanker. Oleh karena itu, Pemerintah memfasitasi lanjutan penelitian ECCT sesuai kaidah pengembangan alat kesehatan yang baik.
Penelitian ECCT dikembangkan sesuai dengan jenis kanker dari tahap pra klinik hingga penelitian klinik didasarkan Uji Klinik yang Baik sesuai standar WHO.
Sebelumnya diberitakan, setelah evaluasi selama dua bulan sejak akhir tahun lalu, Kemenkes dan Kemenristekdikti menyatakan masih dibutuhkan kajian atas teknologi antikanker Warsito.
“Hasil evaluasi tim review yang terdiri atas Kemenkes, Kemenristekdikti, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), KPKN (Komite Penanggulangan Kanker Nasional), menunjukkan bahwa ECCT belum bisa disimpulkan keamanan dan manfaatnya,” ujar pelaksana tugas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Tritarayati, di Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu 3 Februari 2016.
Maka selanjutnya, wanita yang akrab disapa Tari mengatakan, penelitian terhadap ECCT akan dilanjutkan sesuai dengan kaidah pengembangan alat kesehatan sesuai standar.
Ia menjelaskan, akan dikembangkan melalui pipeline (pipa saluran) pengembangan alat ECCT per jenis kanker, mulai dari pra-klinik sampai dengan klinik, yang sesuai dengan cara uji klinik yang baik (good clinical practice).
Keterangan resmi dari Kemenkes tersebut sekaligus menjawab artikel yang dimuat VIVA.co.id pada Rabu 24 Februari 2016 dengan judul