Cerita Menristek Nikmati Gerhana Matahari Total
- REUTERS/ Tony Huang
VIVA.co.id – Zaman dahulu, setiap orang punya cara yang berbeda untuk menyambut datangnya Gerhana Matahari Total (GMT). Banyak orang yang tidak berani keluar rumah. Sebab ada keyakinan saat melihat gerhana tersebut akan menyebabkan kebutaan.
Hal itu pun dibenarkan oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir. Ia mengatakan, saat GMT datang, malah menjadi ketakutan bagi masyarakat.
“Saya (mengalami) tahun 1983, saya masih mahasiswa. Sebenarnya itu adalah hal biasa, menjadi gelap. Itu kayak ditakuti-takuti (jadi buta) zaman dahulu, sebetulnya nggak ada masalah itu,” ujar Nasir kepada VIVA.co.id ditemui di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Selasa, 23 Februari 2016.
Nasir menuturkan, ketika datangnya GMT, ia malah punya cara tersendiri bersama teman-temannya dan merasa tidak takut dengan datangnya GMT saat itu.
“Saya pakai air, air di bak. Kita lihat bareng-bareng, kita lihat pergerakannya. Itu yang menyenangkan di situ. Kalau kita lihat mata telanjang, kan ada sinarnya agak pedas di mata, perih. Tapi kalau lihat di air, jelas sekali, lebih menarik sekali,” jelasnya.
Nasir pun mengimbau kepada masyarakat, bahwa fenomena GMT adalah fenomena alam yang tak perlu ditakuti. Fenomena tersebut bahkan bisa menjadi penarik bagi wisatawan mancanegara untuk berbondong ke Indonesia.
“Saya masih ingat, tidak ada apa-apa,” ucapnya.
Sementara itu, terkait persiapan dari Kemenristekdikti untuk menyambut GMT, ia telah memerintahkan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) untuk tetap merekam jejak waktu pergerakan lama bulan menutupi matahari.
“Walaupun secara teori bisa dihitung, kita bisa konversi teori dan praktek. Totalnya berapa menit,” katanya.
Fenomena GMT akan datang pada 9 Maret 2016 dan sebagian wilayah di Indonesia bisa menyaksikan gerhana tersebut. Fenomena ini dikatakan langka, dikarenakan fenomena serupa akan datang dalam waktu 350 tahun ke depan.
Tercatat, ada 12 provinsi di Indonesia yang dapat menyaksikan seluruh fenomena langka ini. Wilayah tersebut yaitu, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.
Tujuh kota yang dilewati GMT adalah Bengkulu, Palembang, Samarinda, Palu, Tanjung Pandan, Pangkalan Bun, dan Ternate.
Selain itu, sejumlah daerah lain di Indonesia juga bisa menyaksikan Gerhana Matahari Sebagian (GMS), antara lain Padang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Pontianak, Denpasar, Banjarmasin, Makassar, Kupang, Manado, dan Ambon. (ase)