Menggenjot Penerimaan Pajak Bukan dengan Tax Amnesty

Ilustrasi pembayaran pajak.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Kebijakan sebagai upaya dalam mengenjot penerimaan pajak dan perbaikan tata kelola perpajakan. Meskipun seperti itu, mestinya tanpa harus melakukan kebijakan Tax Amnesty.

Sebagai Anggota Banggar juga Anggota Komisi V DPR RI, Moh Nizar Zahro menyarankan agar penindakan tegas terhadap para pelaku kejahatan perpajakan. Persoalan mendasar yang dihadapi sektor perpajakan adalah persoalan kejahatan perpajakan yang sering dilakukan oleh korporasi dan pengusaha.

"Ini yang mendorong realisasi penerimaan pajak selalu dibawah potensi pajak yang ada saat ini. Kelemahannya ada pada ketidaktegasan pemerintah dalam melakukan penindakan terhadap kejahatan perpajakan. Untuk itu ke depan, pemerintah bisa meningkatkan kapasitas penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan perpajakan," ujarnya, Senin 22 Februari 2016.

Ia menambahkan, saat ini sudah ada Satgas Pengamanan Penerimaan Negara. Satgas bisa menjadi instrumen untuk mengejar para korporasi atau pengusaha yang melakukan pengemplangan pajak dan pencucian uang dari pengemplangan pajak.

Selain itu ia juga menyarankan, fokus orientasi pada perbaikan sistem kelembagaan, perbaikan sistem administrasi perpajakan dan penataan regulasi.

"Menggenjot pendapatan pajak, tidak dapat dilakukan dengan cara-cara yang sifatnya periodik, dan cenderung pragmatis sejenis Tax Amnesty. Namun harus dilakukan dengan cara yang komprehensif dan sistematis dari hulu hingga ke hilir, yakni dari proses kebijakan yang baik, infrastruktur cukup serta sumber daya manusia yang cakap," ucap Anggota Komisi V ini.

Selain itu, menurutnya kebijakan Tax Amnesty yang saat ini hendak diterapkan oleh pemerintah dengan mengajukan RUU Pengampunan paham ke FOR RI tentu harus mendapat perhatian yang luas dari masyarakat. Apalagi rencana memperluas cakupannya, hingga kepada para pelaku kejahatan finansial seperti korupsi, pencucian uang, tentu hal ini bukan persoalan yang sederhana.

"Pemerintah selama ini sudah dua kali melakukan kebijakan Tax Amnesty yaitu tahun 1984 dan tahun 2008. Kebijakan Tax Amnesty tahun 1984 bisa dikatakan gagal total karena tidak diikuti oleh kebijakan lain terutama kebijakan perbaikan sistem administrasi perpajakan yang merupakan landasan dasar keberhasilan Tax Amnesti," ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan, Tax Amnesty Paradoks terhadap Target Penerimaan Pajak Bila berpijak dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2015 – 2019 yang menetapkan peningkatan tax ratio sebesar 16 persen dan target pemerintah tahun 2015 yang menetapkan penerimaan pajak sebesar Rp1.296 triliun, maka kebijakan Tax Amnesty ini sebenarnya bertolak belakang dari strategi pemerintah untuk mengenjot penerimaan pajak. Bila dilihat dari data yang di rilis oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
"Ada sekitar Rp77,3 triliun yang masuk ke dalam piutang pajak. Artinya, bila dilakukan Tax Amnesty maka akan ada sebesar Rp77,3 triliun yang akan dihapuskan piutang pajaknya. Jumlah ini sangat signifikan kalau dikonversi secara agregatif terhadap target penerimaan pajak tahun 2015," ucap politisi Gerindra ini.

Menurut Nizar, jika melihat dari aspek kesiapan pemerintah dalam melakukan optimalisasi penerimaan pajak baik secara administrasi, regulasi, dan kapasitas SDM di DJP sendiri maka diberlakukannya Tax Amnesty akan beresiko terhadap pencapaian target penerimaan pajak, katanya. (rin)