21-2-1944: Hideki Tojo Jadi 'Raja Militer'
- japantimes.com
VIVA.co.id - Pada 21 Februari 1944, Perdana Menteri Jepang, Hideki Tojo, mengambil kekuasaan tinggi sebagai kepala militer Jepang yang memberinya kekuasaan untuk mengontrol kekuatan bersenjata itu.
Dilansir dari laman History, setelah lulus dari Akademi Militer Imperial dan staf militer, Tojo dikirim ke Berlin sebagai atase militer Jepang setelah Perang Dunia I. Setelah mendapatkan kepercayaan karena ketegasan dan disiplin yang dilakukannya, Tojo kembali ke Jepang.
Pada 1937, ia diangkat menjadi kepala staf Angkatan Darat Kwantung di Manchuria, Tiongkok. Ketika ia kembali lagi ke Tanah Airnya, Tojo bekerja di kantor wakil menteri bagian perang dan dengan cepat memimpin kontrol militer dalam kebijakan luar negeri Jepang. Ia mengadvokasi penandatanganan Perjanjian Pakta Tripartit 1940 dengan Jerman dan Italia yang kemudian membuat Jepang memiliki kekuasaan "Axis".
Pada Juli 1940, ia menjadi Menteri Perang dan terlibat dalam perseteruan dengan Perdana Menteri Fumimaro Konoye. Pada Oktober, Konoye mengundurkan diri karena perseteruan yang terus berlanjut dengan Tojo. Tidak hanya berhasil mempertahankan kedudukannya sebagai menteri Militer dan Perang, saat ia menjadi seorang Perdana Menteri, Tojo juga ditunjuk sebagai menteri Perdagangan dan Industri.
Tojo kemudian menjadi seorang diktator virtual yang menjanjikan akan adanya orde baru di kawasan Asia, dan untuk mewujudkannya, ia melakukan serangan bom di Pelabuhan Pearl. Namun, dengan segala kesuksesannya itu, Tojo tidak bisa mengontrol determinasi dari Amerika Serikat yang mulai melakukan serangan di kawasan Pasifik Selatan dan akhirnya pemerintahan Tojo hancur.
Setelah Jepang menyerah, Tojo mencoba bunuh diri dengan menembak dirinya dengan pistol. Namun, ia diselamatkan oleh seorang dokter Amerika yang memberinya transfusi darah. Dia dihukum karena kejahatan perang oleh pengadilan internasional dan digantung pada 22 Desember 1948.