Paket Ekonomi X Dikritik Kecewakan Pengusaha Nasional
Jumat, 12 Februari 2016 - 14:40 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Pemerintah telah mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid X yang membuka luas sejumlah industri dalam negeri untuk asing. Dalam paket kebijakan itu, ada sebanyak 35 bidang usaha yang dihapus dari Daftar Negatif Investasi (DNI) yang artinya bidang usaha ini boleh dikuasai 100 persen oleh asing.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Sukamdani, menilai paket kebijakan X yang dikeluarkan oleh pemerintah ini terlalu terburu-buru dan mengecewakan para pengusaha, khususnya industri perhotelan, retailer, dan perdagangan. Seharusnya dibicarakan secara lebih mendalam dengan para pemangku kepentingan, khususnya pengusaha dalam negeri.
"Kalau DNI menurut pandangan kita itu terburu-buru diputuskan, Mungkin akan banyak reaksi yang keberatan dengan kondisi itu. Sebaiknya suatu kebijakan perlu waktu untuk dilibatkan pemangku kepentingan. Banyak pihak yang nantinya akan kecewa, merasa dikorbankan," ujar Haryadi saat dihubungi VIVA.co.id
Baca Juga :
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Haryadi Sukamdani, menilai paket kebijakan X yang dikeluarkan oleh pemerintah ini terlalu terburu-buru dan mengecewakan para pengusaha, khususnya industri perhotelan, retailer, dan perdagangan. Seharusnya dibicarakan secara lebih mendalam dengan para pemangku kepentingan, khususnya pengusaha dalam negeri.
"Kalau DNI menurut pandangan kita itu terburu-buru diputuskan, Mungkin akan banyak reaksi yang keberatan dengan kondisi itu. Sebaiknya suatu kebijakan perlu waktu untuk dilibatkan pemangku kepentingan. Banyak pihak yang nantinya akan kecewa, merasa dikorbankan," ujar Haryadi saat dihubungi VIVA.co.id
di Jakarta, Jumat 12 Februari 2016.
Menurutnya, kebijakan baru Pemerintah ini membuat para pengusaha keberatan, seperti di sektor perhotelan, dengan skala yang lebih kecil seperti bintang satu, bintang dua. Pemerintah sebaiknya perlu mendengarkan pertimbangan-pertimbangan dari kalangan pengusaha.
"Karena mereka merasa terancam, kalau ada modal asing yang kuat, lalu tiba-tiba mereka bangun hotel dengan jumlah besar, akhirnya menyebabkan kelebihan suplai makin bertambah. Jadi ada pertimbangan-pertimbangan yang juga perlu didengar," kata dia.
Selain itu, ia menambahkan beberapa pengusaha yang juga keberatan diantaranya, di bidang logistik dan perdagangan seperti retailer dan restoran. Diakuinya untuk sisi logistik seperti infrastruktur memang membutuhkan investasi yang lebih besar.
"Kalau yang infrastruktur, mereka memang tidak masalah, karena memang perlu modal yang kuat. Tapi kalau yang penyedia jasa logistik, itu mereka keberatan, alasannya macam-macam, jadi ini kan mesti didudukin terlebih dahulu," kata dia.
Dilanjutakannya, pengusaha perdagangan retail, seperti restoran pun menolak. Mereka menolak dibukanya sektor bisnis tersebut untuk asing 100 persen.
"Masa dengan modal Rp10 miliar, asing boleh buka 100 persen, kalau asing mau masuk mestinya paling tidak (modal) US$10 juta gitu. Banyak hal yang perlu dibahas, dan perlu cukup waktu untuk pendalaman," tambah dia. (ren)