DPR Komit Tidak Akan Tambah & Kurangi 4 Poin Revisi UU KPK

Ketua DPR Ade Komarudin menyampaikan hasil rapat Badan Musyawarah DPR di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/1)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id – Penolakan terkait rencana proses perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang kini sudah diketok di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI terus mengalir.

Namun, Ketua DPR RI Ade Komarudin menegaskan bahwa pihaknya sudah berkomitmen tidak akan menambah atau mengurangi kesepakatan empat poin revisi tersebut.

"Tidak boleh lebih dari itu, dan saya sudah berikan komitmen, saya akan menjaga dengan baik komitmen itu, tidak ada ditambahi, tidak akan dikurangi dari empat itu," ujar Akom, sapaan akrabnya di kompleks Parlemen, Senayan, Kamis 11 Februari 2016.

Adapun empat poin yang dimaksud politikus Partai Golkar itu adalah pembentukan dewan pengawas, soal penyadapan yang harus mendapat izin dari dewan pengawas, wewenang mengeluarkan SP3 dan mengangkat penyidik independen.

Soal aspirasi masyarakat dan pimpinan KPK yang menolak revisi, Akom menjelaskan setiap lembaga mempunyai tugas masing-masing, dan dalam hal ini DPR berfungsi sebagai pembuat Undang-undang (UU).

"Saya tahu aspirasi dan saya tahu di belakang itu (ada penolakan), kita harus berada pada posisi masing-masing, saya memahami itu," tandasnya.

Di lain sisi, ada 12 poin perubahan yang dibacakan yang kemudian disepakati oleh forum mini Fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Dalam penyampaian pandangan, Fraksi Partai Gerindra satu-satunya pihak yang menolak revisi UU KPK.

Berikut adalah perubahan itu:
1. Nomenklatur "Kejaksaan Agung Republik Indonesia" dalam Pasal 11 ayat 2, Pasal 45 ayat 1 dan 2, Pasal 45A ayat 2, dan Pasal 45B diubah menjadi "Kejaksaan' sebagaimana tertulis dalam Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang KPK.
2. Nomenklatur "Kepolisian Negara Republik Indonesia" dalam Pasal 11 ayat 2, 43 ayat 1 dan 2, Pasal 43A ayat 2, Pasal 43B, Pasal 45 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 45A ayat 2, Pasal 45B diubah menjadi "Kepolisian" sebagaimana tertulis dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
3. Frasa "Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana" dalam Pasal 38 dan Pasal 46 ayat 1 diubah menjadi "Undang-Undang yang mengatur mengenai Hukum Acara Pidana.
4. Pasal 32 ditambahkan ketentuan bahwa "Pimpinan KPK yang mengundurkan diri, dilarang menduduki jabatan publik".
5. Pasal 32 ayat 1 huruf c ditambahkan  ketentuan pemberhentian tetap pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

6. Pasal 37D, tugas dewan pengawas ditambah yakni; a. memberikan izin penyadapan dan penyitaan, b. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK.
7. Pasal 37D, dalam memilih dan mengangkat Dewan Pengawas, pPesiden membentuk panitia seleksi.
8. Pasal 37E, ditambahkan 1 ayat dengan rumusan "Anggota Dewan Pengawas yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik".
9. Pasal 40 mengenai SP3, pemberian SP3 harus disertai alasan dan bukti yang cukup dan harus dilaporkan pada Dewan Pengawas, serta dapat dicabut kembali apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian perkara.
10. Pasal 43 ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyelidik sendiri sesuai dalam persyaratan dalam Undang-undang ini.
11. Pasal 45, ditambah ketentuan bahwa pimpinan KPK dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai persyaratan dalam Undang-undang ini.
12. Pasal 47A dalam keadaan mendesak, penyitaan boleh dilakukan tanpa izin dari Dewan Pengawas terlebih dahulu‎.