Pemerintah Harus Tegaskan Pasal 33 dalam Praktik Ekonomi RI
VIVA.co.id – Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan mengatakan bahwa satu harapan prinsipil dan penting yang mesti dicapai oleh pemerintahan adalah menegaskan Pasal 33 dalam praktik. Ia menilai ketika hal itu bisa diwujudkan, maka Trisakti dan Berdikari yang diusungnya mendapat tempat yang seutuhnya.
Terkait hal di atas, berikut pandangannya terhadap Pasal 33 tersebut:
Pertama, Pasal 33 UUD NRI 1945 harus ditegaskan sebagai landasan konstitusional sistem ekonomi nasional yang dalam praktiknya dikenali sebagai sistem ekonomi bersama yang dibangun di atas azas kekeluargaan, sebagaimana bunyi Ayat (1): "perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan."
Kedua, Pasal 33 UUD NRI 1945 harus menegaskan "penguasaan negara" atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak (Ayat 2). "Penguasaan negara" yang dimaksud mencakup: tindakan kebijakan (beleid) dan pengurusan (bestuursdaad), tindakan pengaturan (regelendaad), tindakan pengelolaan (beheersdaad) dan tindakan pengawasan (toezichthoundensdaad).
Ketiga, sebagai sistem ekonomi yang dijalankan di atas semangat sosial, Pasal 33 itu haruslah dilaksanakan untuk pencapaian "kesejahteraan dan kemakmuran sosial”, kesejahteraan dan kemakmuran batin dan lahir dan jiwa dan badan seutuhnya.
“Kita semua tahu, sistem ekonomi saat ini hanya menghasilkan 20 persen orang terkaya yang menguasai 80 persen orang yang rawan merasa tertinggal (Sumber: Bank Dunia, 2015). Model-model ekonomi saat ini diakui hanya menghadirkan 1 persen orang, yang menguasai 50 persen kekayaan dunia (Sumber: World Economic Forum, 2016),”ujarnya.
Karenanya menurut Heri, pengelolaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus diserahkan kepada pemerintahan yang berani merevisi sistem ekonomi saat ini, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dan keempat, Pasal 33 menegaskan mandat konstitusi untuk penyelenggaraan perekonomian yang berdasarkan "demokrasi ekonomi". Praktisnya, pemerintahan sekarang ini, harus berani dan tulus menyelenggarakan sistem ekonomi Pancasila yang mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Heri mengatakan, dengan menegaskan kembali Pasal 33 dalam praktik, diharapkan tidak boleh lagi ditemukan. Misalnya, ada masyarakat yang menjadi korban eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), harga pangan yang sering jadi beban inflasi dan terus terdistorsi oleh permainan oknum yang cari untung secara tidak wajar. Listrik yang disewakan kepada Tiongkok lewat mekanisme least-back, ribuan warga yang luntang-lantung dan terpaksa pindah dari kampungnya karena PHK dan ratusan ribu pengangguran baru karena terbatasnya lapangan kerja.
"Belum lagi tutupnya pabrik Toshiba dan Panasonic yang tentunya akan menambah pengangguran baru," ujarnya, Rabu 3 Februari 2016.
Melihat fakta-fakta itu, Heri mengatakan, maka penting sekali bangsa Indonesia kembali ke haluan “berdiri di atas kaki sendiri” (berdikari) yang otentik dan utuh dalam rangka mengatur perekonomian demi kesejahteraan rakyat.
"Ketergantungan yang tinggi terhadap ekonomi bangsa lain rasanya tidak akan menjamin kesejahteraan rakyat, bahkan justru sebaliknya berpotensi menimbulkan resesi ekonomi nasional yang tidak terperikan," ujar politisi Gerindra ini.