Komisi VII DPR Kritik PLN Soal Pungutan Liar

Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
- Dewan Perwakilan Rakyat mendesak Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) untuk mengatur PT PLN agar membuat sistem online yang terpadu.

Hal itu bertujuan, agar setiap pemasangan sambungan listrik baru oleh masyarakat tidak dipersulit, atau dapat dengan mudah dilakukan.

Anggota Komisi VII DPR, Iskan Qolba Lubis, menuturkan bahwa kerap terjadi permasalahan ketika pemasangan listrik baru, bahkan ada pungutan liar pada saat melakukan pemasangan tambahan daya listrik baru. 

"Ketika pengembangan (penambahan) daya, itu pungutannya banyak sekali, korupsi itu kan bisa dilihat, harusnya setiap pemasangan ada struknya, tanda terimanya ini juga tidak ada. Kenapa? Karena di PLN itu korupsi dipertahankan," ujar Iskan, dalam rapat kerja dengan Kementerian ESDM, di Komisi VII DPR, Senayan, Rabu, 3 Februari 2016. 

Dia menjelaskan, ada pungutan yang besarannya tidak wajar. Menurutnya, jika melalui petugas atau tidak melalui sistem online, maka kerap dikenakan pungutan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

"Supaya dipercepat itu dipungut. Kalau melalui orang, bayar Rp7 juta, Rp8 juta. Kalau tambah daya, itu bayar segitu, tapi ini tidak ada tanda terimanya, jadi mereka itu seperti terpaksa melalui calo," kata dia. 

Dia menyarankan, PLN harus mengikuti sistem terpadu yang baik dalam sistem pembayaran atau pengurusan administrasi. Menurutnya, PLN harus mencontoh pada pengurusan administrasi di Kementerian Hukum dan HAM mengenai administrasi persoalan-persoalan hukum.

"Coba lihat di Kemenkum dan HAM, satu jam, dua jam selesai, ka‎rena sistemnya online," kata dia. 

Ditegaskannya, bahwa hal ini berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Dia mengatakan, sistem informasi dan teknologi sekarang sudah semakin canggih sehingga sudah sepantasnya PLN meningkatkan pelayanan dengan lebih baik dalam memanfaatkan sistem informasi dan teknologi.

"Masak PLN tidak bisa seperti itu. Maksud saya pemerintah harus menghindari masyarakat berhubungan dengan orang atau petugas. Ini harusnya bisa melalui sistem online, atau bayar ke bank. Kenapa Kemenkum dan HAM bisa, tapi PLN tidak bisa melakukan itu. Orang PLN padahal punya duit banyak kok, jangan sampai masyarakat ini tidak berdaya, setiap pertambahan daya pasti bayar, itulah intinya korupsi," ketus dia. (ren)