Obligasi Diprediksi di 'Jalur Hijau', Ini Alasannya
Selasa, 26 Januari 2016 - 14:52 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Romys Binekasri
VIVA.co.id
- Panin Asset Management optimistis pada pertumbuhan obligasi di tahun ini. Sebab, indikator penentu pergerakan obligasi bergerak positif lantaran proyeksi lebih rendahnya angka suku bunga acuan (BI Rate) dan inflasi dibandingkan tahun lalu.
Head of Operation Panin Asset Management, Rudiyanto menjelaskan, di tahun sebelumnya suku bunga acuan dan inflasi telah terbukti menjadi penentu pergerakan obligasi.
Berkaca pada 2011 silam, suku bunga acuan relatif stabil dan turun pada akhir tahun, kemudian inflasi tercatat turun menyebabkan obligasi pemerintah naik 14,32 persen.
"Kemudian di 2012 inflasi relatif stabil dan BI rate stabil tapi obligasi tetap naik 9,04 persen. Ternyata obligasi yang naik itu di level bawah. 2013 inflasi naik, BI rate naik obligasi minus 5,15 persen. Artinya bisa diprediksikan," kata Rudiyanto di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa, 26 Januari 2016.
Berdasarkan pengalaman yang ada, ia mengaku optimistis pada pergerakan obligasi tahun ini akan bergerak di 'jalur hijau'. Sebab, di awal tahun BI telah menurunkan suku bunganya meskipun hanya 25 basis poin menjadi 7,25 persen. Inflasi diyakini juga masih akan terjaga lantaran pihaknya memproyeksikan nilai tukar Rupiah tahun ini berada di level Rp13.905-14.420 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Nilai tukar itu sangat memengaruhi inlfasi. Karena banyak bahan baku yang kita impor, itu membutuhkan dolar. Kalau naik otomatis harga naik, itu akan memengaruhi inflasi," tuturnya.
Meskipun demikian, masih ada kendala di pergerakan obligasi, dimana kepemilikan asing terhadap pasar obligasi Pemerintah Indonesia cenderung semakin besar dibanding negara lainnya. Sehingga pergerakan obligasi sangat rentan dengan gejolak ekomi global.
Empat Strategi
Panin telah menyiapkan empat strategi penempatan reksa dana tetap di obigasi. Pengelolaan portofolio dana reksa dana akan difokuskan kepada obligasi pemerintah jangka pendek dan menengah dengan porsi 30 hingga 50 persen. Hal dilakukan itu demi menghindari risiko likiditas.
Kemudian, lanjutnya, sekitar lima persen hingga 30 persen dana kelola akan ditempatkan ke dalam obligasi pemerintah menengah panjang. Hal itu demi memanfaatkan kemungkinan momentum yang terjadi di tahun ini.
"Ketika suku bunga rendah kalau nanti inflasi juga rendah kemungkinan obligasi naik, nah jadi besaran persenatse itu kami pakai untuk obligasi pemerintah jangka panjang," katanya.
Baca Juga :
Fokus ketiga, lanjut Rudiyanto, sekitar 20 persen-40 persen dana kelola akan ditempatkan ke obligasi korporasi berkualitas baik. Dengan rating AA dengan jangka waktu di bawah lima tahun.
"Sisanya sekitar lima persen ditempatkan untuk deposito atau pasar uang untuk pembayaran dividen nasabah."
(mus)