22-1-1905: Pembantaian Berdarah di St Petersburg Rusia
Jumat, 22 Januari 2016 - 06:41 WIB
Sumber :
- saint-petersburg.com
VIVA.co.id - Saat akan kalah dalam perang melawan Jepang, kerajaan Rusia didera dengan ketidakpuasan internal yang akhirnya meledak menjadi kekerasan di St Petersburg yang kemudian dikenal sebagai Pembantaian Minggu Berdarah (
Bloody Sunday
).
Dilansir dari laman History, di bawah kepemimpinan Romanov Czar Nicholas II, Rusia banyak melakukan korupsi dan penindasan dari sebelumnya. Terganggu oleh rasa takut bahwa garis keturunannya tidak akan meneruskan tahta mengingat anak satu-satunya yang bernama Alexis menderita hemofilia, Nicholas II kemudian masuk dalam pengaruh kuat Grigory Rasputin yang juga disebut dengan julukan "biksu gila."
Kepentingan imperialis Rusia di Manchuria pada pergantian abad menyebabkan Perang Rusia-Jepang yang dimulai pada bulan Februari 1904. Sementara itu, pemimpin revolusioner Vladimir Lenin mengumpulkan pasukan pemberontakan sosialis untuk menggulingkan kerajaan Rusia.
Untuk menggalang dukungan bagi perang melawan Jepang, pemerintah Rusia mengizinkan diadakannya konferensi pemerintah daerah yang dilembagakan oleh kakak Nicholas, Alexander II, di St Petersburg pada bulan November 1904. Tuntutan reformasi yang disampaikan pada kongres ini tak terpenuhi sehingga para penganut sosialis yang lebih radikal dan kelompok pekerja memutuskan untuk mengambil taktik yang berbeda.
Pada 22 Januari 1905, kelompok pekerja yang dipimpin oleh pendeta radikal Georgy Apollonovich Gapon mendatangi istana Rusia untuk mengajukan tuntutan mereka. Namun, kedatangan mereka disambut senapan. Pasukan kerajaan menembaki para demonstran, menewaskan dan melukai ratusan orang. Seluruh rakyat Rusia merespons aksi brutal tentara dengan melakukan pemogokan. Kerusuhan pecah di seluruh negeri.
Nicholas lalu berjanji akan membentuk majelis perwakilan, yang disebut Dumas, untuk mewujudkan reformasi. Namun ketegangan internal di Rusia terus terbangun hingga beberapa dekade. Bagaimana-pun, rejim terbukti tak mampu mengubah cara represif dan radikal kelompok sosialis.
Bloody Sunday dianggap menjadi awal dari fase aktif Revolusi 1905. Selain menandai Revolusi 1905, sejarawan seperti Lionel Kochan dalam bukunya Rusia di Revolusi 1890-1918, melihat peristiwa Bloody Sunday menjadi salah satu peristiwa penting yang menyebabkan Revolusi Rusia 1917. (one)
Baca Juga :
Kepentingan imperialis Rusia di Manchuria pada pergantian abad menyebabkan Perang Rusia-Jepang yang dimulai pada bulan Februari 1904. Sementara itu, pemimpin revolusioner Vladimir Lenin mengumpulkan pasukan pemberontakan sosialis untuk menggulingkan kerajaan Rusia.
Untuk menggalang dukungan bagi perang melawan Jepang, pemerintah Rusia mengizinkan diadakannya konferensi pemerintah daerah yang dilembagakan oleh kakak Nicholas, Alexander II, di St Petersburg pada bulan November 1904. Tuntutan reformasi yang disampaikan pada kongres ini tak terpenuhi sehingga para penganut sosialis yang lebih radikal dan kelompok pekerja memutuskan untuk mengambil taktik yang berbeda.
Pada 22 Januari 1905, kelompok pekerja yang dipimpin oleh pendeta radikal Georgy Apollonovich Gapon mendatangi istana Rusia untuk mengajukan tuntutan mereka. Namun, kedatangan mereka disambut senapan. Pasukan kerajaan menembaki para demonstran, menewaskan dan melukai ratusan orang. Seluruh rakyat Rusia merespons aksi brutal tentara dengan melakukan pemogokan. Kerusuhan pecah di seluruh negeri.
Nicholas lalu berjanji akan membentuk majelis perwakilan, yang disebut Dumas, untuk mewujudkan reformasi. Namun ketegangan internal di Rusia terus terbangun hingga beberapa dekade. Bagaimana-pun, rejim terbukti tak mampu mengubah cara represif dan radikal kelompok sosialis.
Bloody Sunday dianggap menjadi awal dari fase aktif Revolusi 1905. Selain menandai Revolusi 1905, sejarawan seperti Lionel Kochan dalam bukunya Rusia di Revolusi 1890-1918, melihat peristiwa Bloody Sunday menjadi salah satu peristiwa penting yang menyebabkan Revolusi Rusia 1917. (one)