BKPM Kaji Buka Sektor Retail untuk Asing, Kemendag Menolak

Franky Sibarani.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mempertimbangkan membuka sektor retail untuk investor asing karena mereka tertarik dengan sektor ini.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani, mengatakan bahwa sektor retail, seperti department store, minimarket, dan supermarket masih tertutup untuk asing hingga saat ini.

"Tiga-tiganya ini tertutup," kata Franky di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin, 18 Januari 2015.

Diketahui, dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) sebelumnya, department store dengan luas di bawah 2.000 meter persegi (m2), supermarket dengan luas kurang dari 1.200 m2, dan minimarket seluas 400 m2 tertutup untuk asing.

Dia mengatakan bahwa pihaknya mempertimbangkan apakah akan membuka ketiga retail ini bagi asing atau tetap menutupnya untuk penyertaan modal asing (PMA) dalam revisi DNI.

"Pertimbangannya lebih kepada investor ada beberapa yang berminat masuk. Dalam negeri juga saya kira akan dilihat sejauh mana perkembangannya. Tapi, kalau dibuka 33 persen saja, setidaknya dia bisa bermitra dengan (investor) luar untuk meningkatkan kapasitas investasi itu," kata mantan Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPPMI) itu.

Selain itu, Franky mengatakan, ada kemitraan bagi investor asing yang ingin merambah sektor retail. Investor asing diminta turut mendistribusikan produk usaha kecil dan menengah (UKM).

"Misalnya, kemitraan itu menjual produk UKM. Jadi, dia bisa PMA, tapi bekerja sama dengan UKM untuk kemitraan," kata dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina, mengatakan bahwa pihaknya belum sepenuhnya mendukung retail dibuka sepenuhnya untuk asing.

"Kalau retail kecil buat pemain lokallah. Masak mau dimasukkan (investor) asing juga," kata Srie di tempat yang sama.

Dia mengatakan bahwa PMA seharusnya diprioritaskan untuk industri yang berbasis produksi dalam negeri.

"Kalau menurut saya, prinsipnya yang namanya investasi itu sedapat mungkin yang berbasis produksi di dalam negeri. Kalau perlu, kami buka 1.000 persen untuk industri berbasis produksi yang meng-generate produk dalam negeri," kata Srie. (ase)