Menikmati Wisata Durian di Desa Suluk, Madiun
Senin, 11 Januari 2016 - 10:16 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Adib Ahsani (Madiun)
VIVA.co.id
- Jika mengunjungi Madiun, tidak ada salahnya berkunjung ke Desa Suluk, Kecamatan Dolopo, sekitar 17 km dari kota Madiun ke arah selatan. Di sini bisa didapatkan buah durian yang baru dipetik dari pohon. Jika rasanya masih kurang pas ketika dicoba, buah durian bisa diganti tanpa harus membayar lagi.
Desa Suluk, merupakan salah satu desa di Kabupaten Madiun bagian selatan. Letaknya yang berada di lereng barat Gunung Wilis, membuat daerah ini agak dingin, sehingga cocok untuk tumbuh pohon durian.
Adalah Parmin, salah satu warga yang membuka wisata durian. Rumahnya yang masih khas rumah Jawa, didukung banyaknya pepohonan durian di sekitarnya, membuat usaha Pak Min, panggilan akran Parmin, banyak dikunjungi oleh pembeli.
Parmin, wisata durian di Desa Suluk, Madiun. Foto: VIVA.co.id/Adib Ahsani
“Dari Jakarta, Bojonegoro, Cepu, dan kota-kota lain banyak orang yang datang. Biasanya mereka memesan dulu sebelum datang memastikan ada durian bagus untuk disantap,” kata Pak Min, saat dikunjungi VIVA.co.id, Minggu 10 Januari 2016.
Saat hari-hari akhir pekan, Pak Min bisa menjual durian hingga 1.500-1.700 buah.
“Kalau hari-hari biasa ya sekitar 1.000 buah kalau memang sedang musim durian. Untuk satu musim, saya bisa berjualan selama 4-5 bulan tergantung persediaan durian atau bagus tidaknya durian berbuah,” ucapnya.
Saat sudah memasuki musim durian namun di daerah Madiun belum banyak durian yang matang, Pak Min harus rela mendatangkan dari Wonogiri, Trenggalek maupun dari Tulungagung.
“Tiga daerah itu, jenis buahnya sama dengan durian di daerah Suluk sini. Dan pembeli justru menyukai durian lokal. Ada beberapa durian montong yang saya jual, tidak banyak yang laku,” ujarnya sambil melayani pembeli.
Cerita sukses Pak Min mengelola wisata durian di rumahnya, tidak lepas dari cerita susah yang dulu sempat dialaminya.
“Saya dulu buruh panjat durian. Tugas saya memanjat durian, yang sudah matang untuk dipetik, lalu saya bawa ke juragan saya. Dari situ saya semakin memahami durian yang bagus dan cara berjualan durian,” ujar bapak tiga anak ini.
Baca Juga :
Delapan tahun bekerja sebagai buruh panjat durian dijalani Pak Min. Namun sejak tahun 1985, Pak Min mulai berani berjualan sendiri. Lambat laun, usaha itu semakin berkembang dan kini sudah bisa membuka wisata durian.
“Jadi buah durian yang dijual di sini, semua baru petik dari pohon. Saya mempekerjakan 8 buruh panjat yang siap membawa durian baru petik dari pohon, salah satu pekerjanya adalah mantan juragan saya,” kata Pak Min.
Guna menjaga kepuasan pelanggan, Pak Min siap mengganti durian yang rasanya tidak enak, atau belum matang. “Bisa ditukar lagi tanpa harus membayar, jika memang tidak puas dengan rasa durian,” ujarnya.
Ada kalanya, konsumen meminta menikmati durian yang dipanjat langsung dari pohon. “Kalau ada buruh panjat, bisa saja. Dan itu pernah terjadi. Ada yang ingin pelanggan saya melihat orang memanjat pohon durian, memetik dan menikmatinya begitu dipetik,” kata Pak Min.
Saat liburan sekolah pertengahan Desember 2015 lalu, adalah waktu yang merepotkan bagi Pak Min.
“Karena banyak yang datang, akhirnya saya batasi. Satu rombongan pelanggan, hanya bisa menikmati 4-5 buah durian, dan itu mereka terpaksa tidak bisa membawa pulang buah durian,” katanya. (one)