Tanggapan Komisi IX Terkait Angka Kemiskinan di Indonesia
VIVA.co.id – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan di Indonesia pada awal pekan ini, untuk bulan September 2015 baik di kota maupun di Desa karena kontribusi rokok yang menjadi komoditas terbesar setelah beras yakni sebesar 8,08 persen di Kota dan 7,68 persen di Desa. Dengan kata lain, pengeluaran keluarga yang besar setelah beras adalah rokok. Akibatnya, keluarga tidak lagi mampu mencukupi karbohidrat yang sehat.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati dari Fraksi PPP mengatakan, bahwa, kontribusi kemiskinan baik di kota dan di desa karena rokok sungguh cukup memprihatinkan kita semua. Kondisi ini seperti pepatah populer, habis jatuh tertimpa tangga. Karena merokok akan menyebabkan kesehatan terganggu, juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan.
Selain itu menurutnya, data tersebut mengonfirmasi tentang abainya pemerintah dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa. Setidaknya, kampanye-kampanye bahaya rokok hingga saat ini cenderung hanya formalitas saja. Poinnya, pemerintah kurang massif dalam menekan konsumsi rokok di tengah masyarakat melalui kebijakan yang konkret.
“Tidak sekadar itu, pemerintah Indonesia hingga Presiden ketujuh Jokowi ini belum melakukan ratifikasi Konvensi Internasional Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal dengan ratifikasi FCTC ini sebagai ikhtiar untuk melindungi generasi saat ini dan mendatang dari dampak buruk tembakau,”ujar Okky.
Okky melihat, pemerintah mengalami situasi sulit antara mengutamakan kesehatan dan pengentasan kemiskinan atau penambahan pendapatan melalui penerimaan kas negara melalui cukai rokok. Seperti tahun 2015 lalu, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai rokok sebesar Rp139,1 triliun atau 7,9 persen terhadap penerimaan APBNP 2015.
Menurut Okky, ide revolusi mental yang digulirkan pemerintahan Jokowi semestinya dapat mengubah cara pandang masyarakat untuk memilih perilaku yang sehat fisik dan cerdas dalam melakukan pilihan-pilihan hidup. Karena ke depan, SDM yang mampu bersaing, berpikir secara innovatif karena cerdas dan pandai merupakan kekayaan sesungguhnya suatu bangsa.
“Saya meminta agar pemerintah perlu melakukan terobosan terhadap pengentasan kemiskinan ini. Karena masalah kemiskinan dan rokok ini akan memengaruhi secara signifikan dengan beban BPJS Kesehatan, bonus demographi tahun 2025, serta keberhasilan Indonesia bersaing dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA),”katanya.